Mohon tunggu...
Dewi Ummu Syahidah
Dewi Ummu Syahidah Mohon Tunggu... Aktivis Muslimah / Pengamat politik

Writer/scriptwriter/narator/coach hijrah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menangkal Penyebaran Deradikalisasi Menyudutkan Islam

28 Agustus 2025   10:57 Diperbarui: 28 Agustus 2025   10:57 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penulis: Dewi Ummu Syahidah 

Deradikalisasi masih menjadi topik hangat di negeri ini. Beragam upaya dilakukan untuk mencegah berkembangnya ekstrimisme dan radikalisme. Salah satunya sebagai upaya mencegah berkembangnya radikalisme, Bapas Nusakambangan turut diundang dalam Rapat Tim Koordinasi Pelaksanaan Deradikalisasi dan Diskusi Pembahasan Pelaksanaan Deradikalisasi yang digelar di Aston Inn Pandanaran, Semarang pada tanggal 21 hingga 24 Juli 2025 lalu. Acara ini juga dihadiri sejumlah instansi strategis, di antaranya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88 AT), Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), Kantor Wilayah Ditjenpas Jawa Tengah, Ketua IPKEMINDO, serta seluruh Kepala Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik (Binadik) se-Nusakambangan dan Cilacap. 

Cilacap dengan Lapas Nusakambangannya memang menjadi perhatian dalam program deradikalisasi, dimana lapas Pasir Putih adalah tempatnya para narapidana terorisme yang terkategori high risk. Adanya lapas super maximum security juga menjadi perhatian karena digunakan untuk napi beresiko tinggi. Lapas Pasir Putih ini telah diresmikan sebagai Lapas Berisiko Tinggi Terorisme. Napi-napi teroris dari seluruh Indonesia yang berkategori risiko tinggi ditempatkan di lapas ini. Kategori risiko tinggi tersebut antara lain berpotensi menyebarkan paham radikal kepada napi lainnya.

Ramainya pembahasan deradikalisasi sengaja dimunculkan sejak tragedi 9/11. Setelah serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat, Presiden George W. Bush mengumumkan rencana komprehensif untuk memburu dan menghentikan teroris di seluruh dunia. Seluruh negara di dunia dipaksa untuk melakukan Perang Global Melawan Teror , atau "GWOT", apalagi dengan politik "stick and carrot, you are with us or with terrorists", tindakan ini memaksa semua negara terlibat dalam hubungan diplomatik, keuangan, dan tindakan lain yang diambil untuk mencegah pendanaan atau perlindungan bagi teroris. 

Deradikalisasi Alat Politik AS

Pasca peristiwa Perang Dingin, AS telah memilih Islam sebagai lawan ideologis yang mengancam nilai, kebijakan, dan hegemoni globalnya. Amerika mewacanakan "perang" baru melawan terorisme global dan menjadikannya sebagai prinsip utama kebijakan luar negeri dan pertahanannya. 

Berbagai narasi diutarakan dengan mengaitkan aksi terorisme pada prinsip ajaran Islam, hal ini menunjukkan bahwa perang peradaban (dalam konteks WoT) sejatinya adalah perang melawan Islam, yakni Islam politik.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lalu menganggap bahwa radikalisme adalah embrio dari terorisme. Radikalisme menurut mereka merupakan pemikiran dan gerakan yang menginginkan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan mengubah nilai-nilai yang ada secara drastis melalui tindakan-tindakan ekstrem dan aksi kekerasan. 

Ciri dari radikalisme menurut BNPT adalah fanatik (menganggap diri sendiri selalu benar dan orang lain salah), intoleran (kurang menghargai pendapat serta keyakinan orang lain), revolusioner (menginginkan perubahan cepat dengan cara kekerasan dalam mencapai tujuan), dan eksklusif (membedakan dan memisahkan diri dari kaum muslim pada umumnya).

Pandangan rakyat pun dikaburkan dalam menentukan siapa sesungguhnya common enemy mereka. Ada upaya agar sasaran kebencian mereka salah alamat, yaitu kepada perjuangan penerapan syariat Islam kafah dan penegakan Khilafah bukan kepada kafir penjajah yang benar-benar menjarah negeri ini. 

Sejak 2023, Indonesia mendapat predikat "zero terrorist attack", terlebih lagi kasus terorisme turun hingga 56%. Predikat inilah yang kemudian dianggap prestasi dan fenomena yang menjadi perhatian dunia. Tapi seharusnya jangan dulu bangga, ada beberapa hal perlu menjadi catatan penting terkait proyek GWOT atau sekarang lebih dikenal dengan "deradikalisasi".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun