Baik, mungkin beruntungnya saya, datang tepat sesaat setelah penjaga taman inspirasi ini baru saja selesai menyapu.
Namun, jika dibandingkan dengan berapa pun lokasi pantai yang saya datangi bolak balik di Lombok, kebersihan yang saya temui baru setara dengan private beach dari hotel-hotel berbintang saja. Dramatis. Tapi, pengalaman personal saya bisa diuji atau diperdebatkan secara terbuka.
Ah ia, sebelum sungguh lupa, berikut sedikit catatan personal saya;
Pertama, tempat sampah difungsikan dengan baik. Sebagai yang lahir, besar dan menua di Lombok, bagian ini terasa menyedihkan sekaligus menyesakkan.Â
Sekian banyak program pemerintah, banyak tersisa di jargon atau tagline. Sebagian kecil kami yang peduli tentang ini, sering akhirnya hanya menahan diri.Â
Pernah, di depan mata saat masih aktif membuka lapak baca di taman kota, bak sampah hanya sepanjang lengan dari sekelompok pengunjung yang sedang menyantap sarapan pagi mereka. Masya Allah. Koq ya tetap saja sampah dibuang sejatuhnya dari tangan. Huhuhu..Â
Sekian detik hendak beranjak dan mengingatkan pasangan suami istri tersebut, lalu saya memilih duduk tenang kembali. Saya titipkan keresahan melalui tulisan dulu saja.
Kedua, pemanfaatan teknologi digital di entri. Di Lombok, destinasi publik terakhir yang saya datangi, beberapa pantai di sisi utara Lombok. Entah, berapa tahun lagi dibutuhkan untuk kemudian terapkan sistem sama. Pembelian karcis terkomputerisasi.
Total yang dibayar, nama kasir, juga pengelola taman inspirasi, terlihat dari sisi pengunjung. Sayang, saya lupa, apakah juga ada plakat barcode pembayaran menggunakan QRIS.