Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Membedah Isi Ceramah Habib Bahar bin Smith, Benarkah Melanggar Konstitusi?

20 Mei 2020   13:32 Diperbarui: 20 Mei 2020   13:31 7598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, kalimat lanjutannya ini seolah ingin membandingkan pahlawan dengan pejabat pemerintahan saat ini. Begini bunyinya:

"Pejabat-pejabat sekarang, pemerintah-pemerintah sekarang, mereka tidak berkorban demi rakyat, mereka bukan berjuang demi rakyat, tapi rakyat yang mereka korbankan, negara yang mereka korbankan, orang susah yang mereka korbankan demi kepentingan perut partai dan politik."

Sebenarnya di awal-awal kalimat lanjutannya ini tidak begitu parah ujaran kebenciannya, tapi mendengar ada frasa "mengorbankan rakyat, negara, dan orang susah demi kepentingan perut parpol" sepertinya sudah agak kelewatan.

Lalu apa benar pemerintah berjuang untuk rakyat bukan untuk kepentingan partai atau kelompok? Kalau ini masih belum begitu pasti, karena meskipun mereka kadang memikirkan parpol dan kelompok tapi karena mereka dipilih oleh rakyat dan digaji oleh rakyat, yah mau tidak mau mereka harus terus memikirkan rakyat.

Lagi pula saya kira tidak semuanya berpikiran pendek seperti di atas. Pasti ada, satu dua dan beberapa orang-orang di tubuh pemerintah yang benar-benar rela mengorbankan segalanya untuk rakyat, tidak setengah-setengah antara untuk parpol dan juga untuk rakyat.

Semuanya dikembalikan pada niat awal pejabat pemerintah saat dilantik, apakah akan melirik ke sana ke mari. Dan siapa bisa menilai niat seseorang selain dia sendiri dan Tuhan yang Maha Kuasa.


Duh kok jadi ngomongin niat, baiklah kembali ke kalimat Habib Bahar berikutnya.

Ketiga, kalimat setelah "partai dan politik" berbunyi:

 "Oleh karena itu, saya tanya lawan atau biarkan? Lawan atau biarkan? Lawan atau biarkan? Saudara-saudara, saya baru tadi sore keluar dari penjara."

Frasa "lawan atau biarkan" ini cukup rancu, lawan seperti apa yang dimaksud? Apakah melawan melalui ujaran kebencian lewat medsos atau lawan secara fisik sebagaimana saat Habib Bahar menghajar salah satu santrinya. Entahlah, karena Habib Bahar itu public figure, pernyataan "lawan atau biarkan" ini cukup berbahaya.

Bagaimana jika santri menangkap arti "lawan" dengan makna yang berbeda dan lebih ekstrem? Semoga saja tidak, semoga ini hanya gertakan sambal saja. Kan lucu jika santri-santrinya juga di penjara gegara mendengarkan ceramah, bisa penuh nanti penjara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun