Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Guru - M Musa Hasyim

Guru PPKn yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat Sejarah Kelamnya Perbudakan di Atas Kapal

13 April 2020   20:01 Diperbarui: 13 April 2020   20:05 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perdagangan manusia di kapal, sumber: pixabay.com/DarkWorkX 

Dalam mata kuliah Peradaban dan Kebudayaan Timur Tengah (13/04), saya cukup tercenggang akan fakta perbudakan di masa lampau terutama di Timur Tengah. Perbudakan di Timur Tengah merupakan hal lazim dari era sebelum Islam sampai abad pertengahan.

Hassan S. Khalilieh, seorang akademisi dari Israel menjelaskan cukup rinci tentang bagaimana kelamnya perbudakan di zaman dulu, terutama soal perbudakan di atas kapal. Di bawah saya rangkum dan saya kaji lebih mendalam.

Perbudakan memainkan peran dalam sendi-sendi kehidupan. Dulu, sebelum minyak ditemukan, budak dianggap sebagai mesin yang dapat meningkatkan kuantitas sebuah barang. Barang-barang itu lalu dikirimkan menggunakan kapal. Tak hanya barang, budak juga dijual belikan layaknya sebuah barang yang dikirimkan di atas kapal.

Budak di atas kapal ini kemudian dibagi menjadi dua yakni budak sebagai layanan pribadi majikan yang bertugas melayani majikan atau menjadi agen pelayaran dan budak yang memang sengaja untuk dijual (tujuan komersil). Budak yang sengaja untuk dijual biasa disebut human cargo.

Meski statusnya sangat rendah di masyarakat, hukum dalam Romawi dan Bizantium sebelum kedatangan Islam cukup ketat. Kapten kapal wajib menyediakan hak-hak bagi budak. Hak untuk diberikan makanan yang cukup dan ruang untuk tidur.

Tak sebatas itu, budak juga harus diberikan pakaian khusus. Meski memiliki seragam atau pakaian khusus, bukan berarti budak bisa memakainya setiap hari. Budak memakai pakaian yang diberikan tuannya hanya ketika hendak melayani si tuan seperti ketika menyediakan makanan di atas meja.

Kesehatan budak yang akan dijual harus diperhatikan oleh kapten kapal. Apabila terdapat cedera atau luka pada tubuh budak baik luka sedang atau kronis, maka kapten kapal yang bertanggung jawab atas harganya. Tentu saja harga budak akan turun jika kondisinya demikian.

Oleh sebab itu, pengiriman human cargo harus dipastikan aman dan selamat sampai tujuan. Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh kapten kapal untuk memastikan budak selamat dan aman sampai tujuan di mana kapten kapal perlu memerhatikan kondisi kesehatan para budak, menyediakan makanan dan minuman berkualitas nan sehat yang harus dibawa dalam kapal dan konstruksi desain kapal.

Lalu bagaimana ceritanya jika budak meninggal atau bunuh diri di dalam kapal? Mayat budak itu juga berhak menerima pemakaman yang layak. Jika budak itu seorang Muslim maka mayatnya harus dimandikan, diselimuti, dibalsem, dan dikubur di laut sesuai dengan upacara seremonial dan pemakaman Islam.

Kondisi ini disebabkan karena jarak laut dengan darat yang jauh sehingga akan menimbulkan pembusukan di kapal. Apalagi waktu itu belum ada ruang pendinginan di kapal sehingga banyak mayat yang pada akhirnya dibuang ke laut baik itu mayat Muslim atau bukan. Hanya saja tidak asal dibuang namun melalui upacara dan seremonial yang layak.

Ketika Nabi Muhammad diutus untuk memperbaiki moral bangsa Arab pada waktu itu, Nabi Muhammad menolak tegas akan perbudakan. Budak dianggap mencederai kemerdekaan seseorang. Islam hadir dengan melarang perbudakan.

Sayangnya, praktik perbudakan masih ada dan diminati. Nabi Muhammad tidak langsung ujug-ujug melarang budak melainkan bertahap demi tahap. Pertama, Nabi Muhammad mengimbau rekan-rekan muslimnya untuk memberi makan budak dan memberikan pakaian yang layak karena itu menjadi hak dari seorang budak.

Kedua, terkait praktik perbudakan di atas kapal, Nabi Muhammad menganjurkan agar ada pengawas khusus agar budak tidak diperlakukan semena-mena di atas kapal. Nabi Muhammad juga memberi syarat agar tempat laki-laki dan perempuan dipisah di dalam kapal. Ini dilakukan agar tidak terjadi tindakan pencabulan di dalam kapal.

Perlahan-lahan perbudakan mulai hilang setelah banyak masyarakat Arab memeluk Islam terutama dalam periode Madinah ketika Nabi Muhammad hijrah karena perlakuan buruk dari kaum Quraisy Makkah.

Di era Madinah ini, banyak sahabat Nabi Muhammad yang berlomba-lomba membebaskan budak dengan cara membelinya kepada tuan atau majikannya lalu dibebaskan kehidupannya. Utsman bin Affan sebagai salah satu sahabat terkaya Nabi Muhammad, membebaskan budak setiap hari Jumat. Begitupun dengan sahabat lainnya.

Setelah kepergian Nabi Muhammad, praktik perbudakan belum hilang sepenuhnya. Masih banyak pedagang yang membutuhkan jasa budak sampai ada pasar khusus untuk budak ini. Budak dianggap kelas terendah sehingga tidak memiliki kebebasan yang sempurna.

Terkait status rendahnya budak di masyarakat ini, sampai-sampai jika terjadi kebocoran kapal maka budak menjadi orang pertama yang harus dibuang ke laut. Budak dianggap barang (bukan lagi manusia) atas persetujuan majikan atau tuan budaknya. Praktik ini jelas dilarang oleh Islam.

Mereka diperlakukan sebagai kargo dan dijual berdasarkan nilai pasar dengan melihat kontribusinya. Jika budaknya perkasa dan pandai berbagai hal maka budak dijual dengan harga tinggi. Sebaliknya, jika budak itu cacat atau tidak memiliki kepandaian apapun maka harganya sangat murah.

Lalu apa yang didapatkan seorang budak? Mereka digaji hanya dengan makanan, minuman, tempat tidur, dan pakaian. Mereka terikat dengan tuan atau majikannya. Namun banyak juga di antara mereka yang hanya dijadikan budak pemuas nafsu belaka. Sungguh miris.

Perbudakan saat ini memang sudah tidak ada karena selain dilarang agama namun juga dilarang PBB karena termasuk ke dalam kejahatan internasional berupa perdagangan manusia. Anehnya, sebagian orang Arab masih menganggap tenaga kerja atau pembantu rumah tangga sebagai budak sehingga tidak heran jika kasus pelecehan seksual terhadap TKI terus terjadi.

Mereka masih beranggapan bahwa TKI bebas diapa-apakan oleh majikannya. Jika sudah demikian, mereka bisa apa selain melawan. Sayangnya melawan majikan sama saja berurusan dengan hukum. Lihat saja banyak TKI yang membunuh majikannya atas dasar perlindungan diri dari pelecehan seksual malah dihukum mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun