Mohon tunggu...
Arafid Lawida
Arafid Lawida Mohon Tunggu... -

"Aku takut dan begitu takut bahkan sangat takut untuk kehilangan ketakutanku..."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rengekan Hukum

12 Oktober 2017   16:06 Diperbarui: 12 Oktober 2017   16:29 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kuno, usang dan lusuh. Ketiga kata itu mungkin bisa jadi predikat yang dapat dilekatkan pada beberapa aturan hukum yang berlaku sekarang ini di Indonesia.  Tujuan mulia hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, semakin sulit terwujud karena aturan hukum tertinggal jauh kebelakang. Terseok-seok mengejar perubahan zaman yang melaju kencang.  KUHP contohnya, Kitab Hukum Pidana yang dulunya bersumber dari Hukum Kolonial Belanda yang diberlakukan melalui Staatsblad  Nomor 732 Tahun 1915 digunakan sejak 1 Januari 1918 masih tetap berlaku dan digunakan sampai sekarang.

Pakar Hukum Pidana Profesor J.E. Sahetapy dalam beberapa tulisan dan komentarnya diberbagai media menyatakan bahwa hukum pidana secasa substansi sudah uang tidak tidak sesuai zaman. Hal ini juga berlaku untuk KUHPerdata untuk urusan-urusan keperdataan. Memang tragis dan miris. Ditengah pesatnya kemajuan peradaban manusia tiba-tiba terdengar tangis lirih aturan hukum jauh dari belakang merengek-rengek bak anak kecil kehilangan puting inangnya dan minta maunya diikuti dan ditaati tanpa sadar bahwa ia sudah sangat ketinggalan.

Karakter hukum Kolonial yang diadopsi menjadi aturan hukum nasioanal bersamaan dengan masa-masa dengan Perang Dunia I tahun 1914-1918 memperlihatkan ciri khas Banga Kulit waktu itu yang sangat garang dan rasis.  Ketidakberdayaan merevisi substansi aturan hukum kolonial yang diberlakukan sekarang berdampak pembentukan kultur hukum agak mirip pada masa-masa perang dunia. Tidak sependapat demo dan bakar. Pemberlakuan dan memasukkan hukuman mati  dalam hukum positif yang  dilakukan dengan cara-cara sadis. Sama persis dengan cara-cara ekseksi  mati yang dilakukan terhadap tawanan perang.  Hukum seperti harus sudah ditinggalkan.

Hukum harus hidup menurut Lawrence M. Friedman. Hukum seyogianya tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Selalu menjadi penyeimbang dalam tumbuh kembangnya sebuah perdaban. Friedman juga mengemukakan bahwa hukum yang hidup  memiliki 3 komponen utama yang membentuk dan membangun suatu sistem hukum yang efektif, yakni :

  • Substansi hukum (substance of the law) yakni aturan-aturan hukum, peraturan perundang-undangan, aturan positif.
  • Struktur hukum (struktur of law) meliputi seluruh struktur aparat penegak hukum mulai dari Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat.
  • Kultur atau budaya hukum (legal culture) yakni budaya hukum yang berlaku, hidup dan berkembang didalam masyarat.

Ketiga unsur inilah yang kemudian membentuk timbulnya sebuah sistem hukum yang efektif. Jika salah satu dari 3 unsur ini lemah maka yang lainnya berlaku yang hal yang sama. Aturan hukum (Substansi Hukum) lemah, penegakannya lemah (Struktur Hukum), kemudian membangun kultur hukum yang juga lemah, budaya yang tidak taat hukum.

Update Substansi Hukum  Secara Periodik

Bagi sebagian orang, hebat sekali pemikir-pemikir hukum dulu yang mampu merumuskan aturan hukum yang dapat berlaku sekian ratus tahun. Namun, Saya sendiri merintih ketika dengan lincah menyentuh touchscreen Smart phone dengan Android 7.0 Nougat tetapi harus membaca KUHP yang sudah sangat kolot. Saya juga membayangkan bagaimana peradaban seratusan tahun yang lalu ketika para ahli merumuskan KUHP. Dunia dipenuhi dengan perang, kemiskinan, kelaparan, rasisme dan berbagai macam intrik politik menguasai dunia.  

Penomena paling mutakhir adalah keributan transportasi berbasis online dengan transportasi berbasis konvensional. Aturan  mana yang akan digunakan untuk mengatur sistem transportasi berbasis online tersebut? Apakah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan?  Apakah Undang-Undang tersebut cukup mumpuni mengatur transportasi online secara komprehensip? Atau karena ketidak cukupan aturan hukum yang termuat dalam Undang-Undang tersebut sehingga Transportasi berbasis online harus dipaksa mengikutnya? Ini nyata dan jelas setback.

Akhir tahun 2015 ketika ekspansi transportasi online benar-benar klimaks, puluhan keributan antara operator transportasi berbasis online dengan operator transportasi konvensional pun pecah dimana-mana. Korban berjatuhan dari kedua pihak. Konflik ini juga memecah pelaku usaha transportasi transportasi  dari level operator di lapangan sampai kelevel management menjadi dua kubu yang tiap harinya semakin meruncing. Disisi  kelompok kanan pelaku transportasi konvensional, sedang disisi kelompok kiri beridiri dengan tegap transportasi online. Transportasi konvensional saya tempatkan pada  kelompok kanan karena mereka sudah lama eksis, berafiliasi dan tentunya mendapat dukungan pemerintah melalui dinas perhubungan.  Meskipun Dinas Perhubungan seolah-olah netral. Bisa jadi ada oknum-oknum di perhubungan kehilangan pundi-pundi upetinya sehinggan untuk mepertahankannya harus tetap mendukung transportasi konvensional.

Untuk menghindari konflik simultan seperti ini terjadi terus menerus, maka Negara harus hadir. Negara melalui Pemerintah, DPR, dan seluruh pemangku kepentingan harus memperbaiki dan terus menerus melakukan update terhadap aturan hukum yang ada. Aturan hukum yang sudah tidak sesuai jaman harus cepat dilakukan perubahan. Jika diperluka buat aturan baru yang dapat mengakomodasi semua kepentingan.

Saya walaupun bukan pengamat, namun saya sering mencermati tentang mekanisme pembuatan aturan di beberapa Negara Barat sana. Dimana setiap aturan hukum yang dikeluarkan menjadi undang-undang yang berlaku secara positi, sudah dimasukkan klausul bahwa aturan ini harus dilakukan review dan update secara periodic. Ada yang direview setiap 2 tahun sekali, ada juga yang sampai 5 atau 10 tahun sekali. Tujuannya apa, untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar aturan tersebut tetap efektif menjalankan fungsinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun