Mohon tunggu...
Murlan Candiloka
Murlan Candiloka Mohon Tunggu... Guru di sebuah instansi pendidikan SMP Negeri 5 Sidoarjo

Saya suka menulis, kegemaran saat kuliah dulu dan sekarang juga masih menulis semenjak menjadi Guru ASN di SMP Negeri 5 Sidoarjo

Selanjutnya

Tutup

Seni

Proses Ndadi dalam Kesenian Jaranan

21 Maret 2025   08:17 Diperbarui: 21 Maret 2025   08:15 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Proses Ndadi dalam Kesenian Jaranan

 

Kebudayaan merupakan hasil pemikiran para intelektual dengan masyarakat yang menjunjung nilai seni dan budaya. Di dalamnya terdapat beraneka ragam jenis kesenian dan kebudayaan adi luhung, memiliki nilai etika dan estetika, sosial budaya, religiusitas, tata krama dan adat istiadat. Seni dan budaya yang hidup di masyarakat memiliki identitas seirama dengan berkembangnya nilai-nilai kehidupan. Hidupnya suatu kebudayaan akan tercermin dari sikap masyarakat setempat, jika tujuan ingin melestarikan sungguh-sungguh tanpa adanya paksaan dari pihak manapun, kebudayaan akan berkembang pesat, seperti halnya kesenian Jaranan.

 

Mari mengenal kesenian Jaranan

Hampir semua masyarakat mengenal kesenian ini, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa sampai tua pun, tidak jarang setiap pertunjukan pasti ada lintas generasi disitu. Istilah Seni Jaranan atau tari kepang, banthengan, reogan, adalah sejenis tarian tradisional yang gerakanya diiringi oleh gamelan jawa (Kendang, Bonang, Kethuk, dan lain-lain) mengandung nilai mistis (menghadirkan makhluk gaib dalam pertunjukannya). Kesenian Jaranan memiliki sejarah yang sangat panjang, ada yang mengatakan berasal dari jawa timur, dan juga ada yang mengatakan dari jawa tengah. Namun demikian, sampai saat ini, kesenian tradisional jaranan sangat berkembang di kedua daerah tersebut. Hingga ke pelosok sampai ke tengah kota, dapat dijumpainya.

Penanggap, Seniman dan lain-lain 

Kesenian memiliki hubungan erat dengan masyarakat pendukungnya. Ada penanggap, seniman, pengamat dan penonton, keempatnya pasti saling berkaitan. Seorang penanggap akan membutuhkan suatu hiburan seni di mana sebagai pelakunya adalah seniman. Seniman akan membutuhkan pengamat sebagai saran, masukan dan kritikan membangun sebuah unsur seni. Begitupun dengan penonton, akan terlihat sepi jika suatu hiburan seni penontonya sedikit.

Penanggap, dengan adanya pemahaman masyarakat mengenai keunikan kesenian tradisional, maka kadang disetiap acara hajadan, khitanan atau bersih desa, menanggap dan memberikan kesempatan tampil sebuah grup atau kelompok kesenian jaranan. Sehingga penampilanya diberikan honor atau uang hasil jerih payah. Penanggap juga termasuk seseorang yang melestarikan kesenian tradisional, karena memberikan kesempatan kepada grub kesenian jaranan untuk tampil di depan umum.

Seniman, adalah pelaku seninya, jika seniman diberikan wadah, maka income akan bertambah dan kemampuan ekonomipun akan membaik. Di kabupaten Sidoarjo sendiri memiliki tipe masyarakat identik pecinta seni tradisi jaranan.  Kesenian yang paling banyak diminati oleh kaum muda adalah kesenian jaranan, bantengan, reog dan lain-lain yang masih hubungan dengan mistis (proses Ndadi/ kesurupan). Maka disetiap pertunjukan kesenian jaranan tidak pernah sepi pengunjung atau penonton. Musik yang terdengar monoton inilah yang membawa seseorang untuk mendekat. Percaya atau tidak percaya, musik kesenian ini bisa mendatangkan roh atau gaib untuk membantu kesuksesan acara.

Ndadi, Trance          

Generasi muda era milenial selain cenderung cerdas dengan gadgetnya, tetapi juga cerdas dengan seninya. Di tangan generasi muda seni jaranan di Sidoarjo malah lebih bermakna dan pertunjukannya lebih beragam. Grub seni jaranan di Sidoarjo masih intens dan pelakunya banyak generasi muda. Di tangan Bapak Lamidi, seniman asal desa Siwalan Panji, Buduran, generasi muda yang keseharianya punk, pengamen jalanan, anak-anak dari sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas, bahkan pengangguran dapat memiliki aktivitas baru. Meskipun baru mengurus nomer induk dan ijin dari pemerintah kabupaten Sidoarjo, beliau yakin optimis dapat menggiring anak-anak dari yang kelakuanya kurang terpuji menjadi generasi muda berprestasi yang membanggakan.

Bermodal niat dan tekat bulat, kesenian jaranan yang awalnya tidak diminati oleh generasi muda, akhirnya lelet juga dengan keberadaanya sebagai wadah reformasi yang kurang baik menjadi baik. Ada beberapa tips-tips/ senjata jitu yang disiapkan oleh Bapak Lamidi (panggilan akrabnya OM) kepada calon anggotanya agar menjadi krasan dan senang dengan budayanya sendiri. Di antaranya adalah menunjukan sebenarnya "Tari Kepang", solah barong, solah celeng, solah kethek, solah bantheng, dan lain-lain, sehingga berbeda dengan pertunjukan seni jaranan lainnya. Seni yang diutamakan, maka dari itu pemain akan memiliki banyak pengetahuan dan keterampilan dalam hal kepenarian. Selain itu juga tidak kalah penting di dalam sebuah pertunjukan "Tari Kepang" Cakra Budaya adalah proses ndadi. Pengertian ndadi dalam konteks ini perlu mendapat penjelasan, agar sejak awal dapat ditemukan satu ikatan pembicaraan yang tidak saling bersengkarut satu sama lain. Memang, kata ndadi menurut kebiasaan orang Jawa sering kali disejajarkan dengan istilah trance yang secara antropologis sering dimaknai sebagai "keadaan psikologis yang dialami individu tertentu yang sedang kehilangan kesadaran dan mengalami keadaan khayal disebabkan oleh faktor-faktor tertentu"(Ariyono Suyono, 1985:413).

Syarat Mencapai "Ndadi"...........

            Berdasarkan informasi dari orang-orang yang terlibat dengan eksistensi seni tradisional jaranan "Tari Kepang" Cakra Budaya, dinyatakan bahwa mencapai tingkat psikologis yang ndadi itu dapat diupayakan. Ini dapat dimengerti karena di dalam konteks seni tradisional "Tari Kepang", ndadi adalah salah satu istilah untuk melukiskan keadaan seseorang pemain atau mungkin malah penonton seni pertunjukan rakyat itu, di mana kesadaran dirinya dikuasai oleh kesadaran alam lain yang biasa disebut "Roh Suci". Apabila "Roh Suci" telah masuk ke dalam tubuh seorang pemain "Tari Kepang", maka kesadaran diri orang tersebut terdesak, sehingga tidak mampu mengontrol lagi segala hal yang diperbuatnya.

Konon, semua yang ia lakukan itu sama sekali ditentukan dan dikuasai oleh "roh suci" tersebut, sehingga apabila ia berbicara, secara empiris begitu nampak kehidupan yang menunjukan ketidaksadaran bahwa dirinya sedang berbicara. Demikian juga dalam hal perbuatan, sering kali orang yang telah menjalani ndadi merasa tidak berbuat sesuatu pada saat ia dalam  keadaan ndadi.  Orang cenderung mengatakan bahwa mereka dalam keadaan  ndadi itu sedang berada dalam alam bawah sadar.

            Agar seorang pemain "Tari Kepang" dapat mencapai keadaan ke tingkat ndadi maka seorang itu harus mematuhi segala laku dan pantangan, yaitu harus mandi kramas sebelum memainkan atau memerankan tokoh tertentu. Tokoh yang diperankan oleh orang yang ndadi dalam pertunjukan "Tari Kepang" adalah hewan alas-alasan (jaran, singo, kethek, bantheng, celeng). Figur-figur yang tidak kasat mata, yang konon rohnya menyusup ke dalam tubuh orang yang ndadi itu. Harus sesuci lahir dan batin, yaitu dengan tidak makan, tidak minum, tidak syahwat, tidak berkumpul dengan melakukan hubungan suami istri, sedang bagi wanita disyaratkan tidak sedang keadaan menstruasi. Di samping itu juga pemain harus nyekar dulu atau berdoa di punden-punden tempat pertunjukannya, agar "roh suci" dapat berkenan merasuk ke tubuh para pemain "Tari Kepang". Diwajibkan pula harus ada sesajen sebagai hidangan atau makanan "roh suci".

Ciri-Ciri "Ndadi"...............

            Untuk mencapai tingkat ndadi ada ciri-ciri yang dapat digunakan untuk menandai bahwa seorang pemain akan berada dalam keadaan ndadi, yaitu diawali dari ibu jari yang tampak gemetar, kemudian getaran itu naik ke atas hingga seluruh kaki, kemudian naik lagi pelan-pelan merambat ke atas hingga kening dan kepala. Setelah fisik yang gemetar itu mencapai kening dan kepala, maka keadaan orang atau pemain yang mulai terkena gejala ndadi itu lantas seperti tidak sadar akan segala ucapan dan tindakan yang dilakukannya. Ketidaksadaran inilah nilai estetika yang dikehendaki dalam kesenian tradisional "Tari Kepang". 

            Di saat-saat penari, pemain "Tari Kepang" atau seorang penonton telah ada tidak lagi memiliki kesadaran diri, maka konon agar dapat mengantarkan masuknya "roh suci" ke dalam tubuh penari, diperlukan bunyi-bunyian yang dapat menghantarkannya. Maka, pada saat ada penari, pemain "Tari Kepang" dan penonton mulai terjadi gejala ndadi, maka para pemain musikpun segera menyajikan gending-gending yang dapat menstimulir masuknya "roh suci' ke dalam tubuh orang itu.

Proses ndadi tidak terlepas dari seorang bopo (pawang). Bopo inilah yang menghantarkan "roh suci" ke dalam tubuh pemain sekaligus mengeluarkanya. Jumlah bopo dalam pertunjukan "Tari Kepang" Cakra Budaya ada 5 orang. Bahkan ada yang melebihi sampai 8 tergantung permintaan ketua paguyubannya. Adapun tugas terakhir seorang bopo adalah membantu penari atau pemain yang ndadi mengakhiri keadaan ndadi yang ditandai dengan jatuh terlentang ke tanah di dekat salah satu instrument tertentu.

            Ketertarikan generasi muda terhadap kesenian tradisional ""Tari Kepang"" melahirkan embrio-embrio yang hebat. Di era milenial ini, justru generasi muda berada di garda depan, berani menghadapi tantangan apapun, melek akan teknologi komunikasi (sosial media). Di dalam penggunaan sosial media tentulah akses-akses positif akan menambah ilmu pengetahuan, pilah-pilih berita yang sekiranya positif, dan hati-hati berita hoax. Dunia berada di genggaman kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun