Mohon tunggu...
Elvi Murdanis
Elvi Murdanis Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan, Parenting, Remaja dan Sejarah. Sharing @elvimurdanis

Menulis membuat hidup lebih berkualitas dan bermakna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Raden Saleh dan Jejak Monumental Si Pejuang Seni Modern

23 Juni 2020   09:23 Diperbarui: 23 Juni 2020   09:15 2668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan "Banjir di Jawa" (1865) karya Raden Saleh (Sumber: historia.id)

Bakat seni adalah sesuatu yang istimewa. Yang tidak dimiliki oleh semua orang. Bakat seni datang kepada orang-orang yang cenderung didominasi oleh otak kanan. Otak yang kecerdasannya sangat menarik dan dinamis. Orang dengan dominasi otak kanan akan memiliki daya imajinasi yang tinggi. Ia memiliki ide-ide yang dinamis dan tidak terbatas. Yang kadang jarang difikirkan oleh si empunya otak kiri. Bahkan kadang karena imajinasi yang terlalu tinggi dan dinamis, tak jarang ide-ide si otak kanan sering dianggap 'nyeleneh' oleh beberapa orang.

Dilansir dari historia.id, Raden Saleh merupakan pejuang seni lukis Indonesia yang menjadi pelopor seni lukis modern Indonesia. Ia menjadi seniman Indonesia pertama yang melukis dengan disiplin Barat. Imajinasinya yang liar membuat lukisannya tampak benar-benar hidup dan penuh energi. Mengalirkan pesan yang kuat dalam ingatan yang melihatnya.

Pada saat sebagian besar rakyat Indonesia masih terkungkung dalam buta aksara, ia tampil ke hadapan dunia sebagai seniman Indonesia yang memiliki kemampuan melukis sangat mengangumkan. Beberapa karya lukisannya menyumbang isi beberapa museum di mancanegara. Kehadirannya membuktikan bangsa Indonesia masih memiliki bibit unggul yang mampu mengharumkan nama Indonesia di tengah terpuruknya kondisi Indonesia akibat penjajahan pada masa itu.

Raden saleh sudah memiliki bakat melukis sejak usia anak-anak dan mulai  mengasah bakatnya di sekolah rakyat (Volks-School) kepada gurunya A.A.J. Payen, seorang pelukis Belgia yang ditugaskan pemerintah kolonial untuk melukis alam dan pemadangannya di Hindia Belanda. Dengan bakat melukis yang ia miliki dan kerja kerasnya dalam belajar, pada tahun 1830 (ada juga yang mengatakan tahun 1829) ia mendapat kesempatan sekolah di Belanda melalui beasiswa dinas dari pemerintah Belanda.

Disana ia belajar melukis potret pada Cornelis Kursemen dan Laskap pada Andreas Schelfhout. Ia belajar banyak tentang teknik-teknik melukis gaya barat dan watak seni lukis barat. Yang nantinya kemampuan inilah yang dapat memukau mata siapa saja bila melihat karya lukisannya.

Salah satu lukisannya adalah "Lion Head", menggambarkan wajah seekor singa yang menatap tajam, penuh wibawa. Lukisan ini menjadi koleksi Museum Seni Rupa Kupferstichkabinnet, Berlin, Jerman.

Sebagai siswa, ia memiliki IQ yang tidak kalah cerdas dengan sesama pelukis muda Belanda yang sedang belajar disana. Ia mampu menguasai beberapa bahasa sekaligus seperti bahasa Jerman, Belanda, Melayu, dan Inggris. Ia juga memiliki kecerdasan EQ yang tinggi sekaligus kematangan pengendalian emosi. Ini ditandai dari sikap yang ia ambil saat sebagian kawan-kawannya menghina hasil lukisannya dan sangat membanggakan hasil lukisan mereka, ia bukannya marah tapi ia malah mencari cara untuk membuktikan kemampuannya. 

Lukisannya mampu mengecoh mata kawan-kawannya sampai mengira itu asli seperti manusia. Ini menunjukan ia memiliki kematangan emosi yang tinggi dalam menyikapi suatu persoalan. Bukannya membalas hinaan dengan hinaan atau dengan amarah tapi membalasnya dengan menunjukan bahwa ia juga memiliki kemampuan melukis bahkan lebih baik dari pada mereka yang hanya mampu menghina saja. (Artikel lengkap silahkan dibaca dilaman historia.id)

Tak hanya itu, ia juga mampu menuangkan semua gejolak jiwanya di dalam lukisan. Sehingga wajarlah hasil karyanya memiliki aura yang kuat dan nilai estetik yang tinggi serta begitu natural nyaris mirip dengan aslinya. Semakin kuat gejolak jiwanya, semakin kuat makna dan aura yang dapat ditangkap dalam lukisan yang ia buat. 

Lukisannya yang paling terkenal adalah "Penangkapan Diponegoro (1857)" yang dibuatnya beberapa tahun setelah peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Hendrick Merkus de Kock itu terjadi. Sebagai respon atas lukisan karya Nicolaas Pieneman yang berjudul "Penaklukan Diponegoro".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun