Mohon tunggu...
Munawir Mandjo
Munawir Mandjo Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis Suka-suka

Lahir dan tumbuh di kota yang memproduksi jagung rebus secara kolosal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Status Sosial dan Kesadaran Buang Sampah pada Tempatnya

16 Juni 2020   12:42 Diperbarui: 16 Juni 2020   13:34 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasanya pengen misuh-misuh, lihat kelakuan pengendara mobil, yang seenaknya buang sampah di jalanan, mobilnya mewah, kok kelakuannya sampah.

Memang kesadaran membuang sampah pada tempatnya masih menjadi perkara pelik di negeri kita, bahkan dari peringatan sarkas berdasarkan nama-nama binatang, "Anjing yang buang sampah di tempat ini," atau "Babi yang buang sampah di sini," hingga yang menyindir nilai kepercayaan seperti "Yang buang sampah di sini kafir," seakan kehilangan nilai magisnya.

Padahal, saya rasa, anjuran membuang sampah pada tempatnya sudah diajarkan sejak zaman SD, tapi kita kok, sampe nggak paham-paham yah.

Jika dilihat dari data riset Kementerian Kesehatan lima tahun terakhir diketahui, hanya 20 persen dari total masyarakat Indonesia peduli terhadap kebersihan dan kesehatan. Ini berarti, dari 262 juta jiwa di Indonesia, hanya sekitar 52 juta orang yang memiliki kepedulian terhadap kebersihan lingkungan sekitar dan dampaknya terhadap kesehatan.

Sialnya dari 262 Juta jiwa yang tak peduli akan kebersihan diantaranya, sering saya jumpai (atau mungkin juga anda), saat sedang berkendara. Para penumpang mobil yang seenaknya membuang sampahnya di jalanan. 

Saya kadang mikir, kendaraan mewah, tapi otaknya kok sampah. Begini yah, begini kawan-kawan, saya yakin untuk perkara mengakses informasi bagi orang kaya itu gampang.

Mereka punya duit buat beli HP dan kuota buat akses Internet, bisa beli buku tanpa harus memangkas uang jajan bulanan, serta bayar kuliah sampai ke jenjang paling tinggi. Tapi untuk persoalan buang sampah pada tempatnya, kok, sepertinya susah betul yah. Lha apa gunanya semua akses kemudahan yang mereka peroleh jika untuk perkara sepele seperti ini mereka masih terbelakang.

Saya pikir, semakin tinggi tingkat pendidikan kita, semakin tinggi tingkat pemahaman kita, membuat kita lebih peduli dengan perkara kebersihan, terutama membuang sampah pada tempatnya, tapi kadang yang kita jumpai sebaliknya.

Malahan, pada beberapa kasus saya temui. Orang yang secara finansial lemah, yang susah mengakses pendidikan dan informasi, lebih paham tentang kesadaran menjaga kebersihan. Bukannya saya bermaksud mengeneralisasikan jika orang miskin itu lebih baik ketimbang orang kaya. Tapi saya hanya mengungkap sebuah fakta yang pernah saya saksikan.

Kejadian itu berlangsung, ketika saya mampir ke toilet SPBU. Di depan pintu toilet tertulis dengan jelas huruf kapital dengan "font Agency Fb," merah berlatar putih "SEBELUM ANDA MASUK TOILET, BUKA ALAS KAKI". Nah, setelah urusan di toilet tuntas, sementara saya memasang sepatu, seorang supir angkot datang. Ia Melepaskan sendalnya sebelum akhirnya hilang di balik pintu toilet.

Sementara itu, saat perkara sepatu saya sudah rampung, dari sisi yang berlawanan, muncul lelaki dari balik pintu mobil mewah, melangkah ke depan toilet. Sepintas ia memperhatikan papan bertuliskan larangan menggunakan alas kaki, serta sandal supir angkot yang parkir depan toilet. Namun, belum cukup sekali tarikan nafas, lelaki itu lolos ke dalam toilet tanpa peduli dengan imbauan yang tertera. Bisa Anda bayangkan, lantai toilet yang tadinya kinclong, seketika kotor.

Saya curiga, alasan mereka (orang kaya) sehingga seenaknya membuang sampah sembarangan atau mengabaikan himbauan kebersihan, karena mungkin menganggap, ada orang yang lebih bertanggung jawab untuk mengurusi persoalan sampah ini, alhasil mereka semaunya. Jika demikian, Itu jelas keliru ! persolan sampah, bukanlah tindakan eksklusif yang hanya diadopsi oleh kalangan tertentu, tapi tanggung jawab bersama.

Padahal kita bisa belajar jika, kurangnya kesadaran menjaga kebersihan, terutama membuang sampah sembarangan, telah memberikan kita pengalaman buruk terhadap dampak yang ditimbulkan seperti banjir tiap tahunnya, yang bermuara pada kerugian material dan korban jiwa.

Bukan hanya banjir, sampah yang dibuang sembarang juga bisa menimbulkan beragam penyakit: DBD, disentri, kolera dan hepatitis A. Jika kita abai, tunggu saja penyakit ini akan berimigrasi secara kolosal ke dalam tubuh kita. Tentu untuk menghidari segala dampak yang bisa ditimbulkan dari aktivitas membuang sampah sembarangan bisa dimulai dari diri kita.

Saya masih ingat, entah sejak kapan, saat saya merasa perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Saya mulai rajin membuang sampah pada tempatnya. Pernah suatu waktu, saya membeli minuman botol di salah satu pusat perbelanjaan. Setelah saya meneguk habis isinya, saya tak menemukan tempat sampah satupun di lokasi itu. Terpaksa saya membawa bekas botol minuman itu hingga berakhir di tong sampah rumah. Entah mengapa, membuang sampah di sembarang tempat, menerbitkan perasaan bersalah dalam diri saya.

Seperti slogan jika nggak bisa membersihkan, minimal jangan mengotori. Jika kesadaran ini bisa tumbuh subur di balik batok kepala kita, maka, kita tak akan sudi membuang sampah di jalanan. Kita juga akan lebih memperhatikan imbauan-imbauan untuk senantiasa menjaga kebersihan.

Bukan hanya kita, kesadaran menjaga kebersihan, juga mampu kita tularkan dalam lingkungan keluarga. Apalagi jika kita selaku orang tua, tentu akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak. Perubahan bisa berawal dari hal-hal kecil, menjadi bagian dari perubahan itu bisa kita awali dari diri kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun