Mohon tunggu...
MUMUH NURMATIN ABDUL HAKIM
MUMUH NURMATIN ABDUL HAKIM Mohon Tunggu... Human Resources - Analis Keimigrasian Ahli Pertama Pada Kemeterian Hukum dan HAM Republik Indonesia

Memiliki background di bidang Human Resources dan Public Relation

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pernikahan Campuran antara WNI dan WNA serta Konsekuensi Hukumnya

23 Desember 2021   09:51 Diperbarui: 23 Desember 2021   10:09 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Setelah dipenuhinya tata cara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tiada sesuatu halangan perkawinan, kemudian dilakukan pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan. Pengumuman ini dilakukan dengan menempelkan surat pengumuman menurut formulir yang ditetapkan pada kantor Pencatatan Perkawinan pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum." (Pasal 8 / PP No. 9 Tahun 1975 tentang perkawinan).

 

"Pengumuman tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada umum untuk mengetahui dan mengajukan keberatan-keberatan atas perkawinan yang akan berlangsung, apabila bertentangan dengan hukum agama yang bersangkutan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku." (Penjelasan Pasal 8 PP No. 9 Tahun 1975 tentang perkawinan).


Pelaksanaan perkawinan

"Setelah hari kesepuluh sejak adanya pengumuman, maka perkawinan baru dapat dilaksanakan. Perkawinan dilangsungkan menurut tata cara yang ditentukan dalam agama dan kepercayaan para pihak yang melangsungkan perkawinan dan dilangsungkan di hadapan pegawai pencatat perkawinan dan 2 orang saksi." (Pasal 10 ayat 1-3 / PP No. 9 Tahun 1975 tentang perkawinan).

"Setelah perkawinan selesai dilangsungkan, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan, begitu pula dengan pegawai pencatat perkawinan, 2 orang saksi yang hadir, dan wali nikah atau yang mewakilinya. Dengan penandatanganan ini, perkawinan telah tercatat secara resmi." (Pasal 11 PP No. 9 Tahun 1975 tentang perkawinan).

Perkawinan campur memiliki banyak resiko diantaranya Kehilangan Kewarganegaraan bagi perempuan Indonesia yang menikah dengan Laki -- laki Warga Negara Asing seperti yang dinyatakan dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia:

"Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut."

Akan tetapi jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia, maka dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.

Persoalan lain yang akan timbul adalah status kewarganegaraan bagi anak hasil pernikahan campuran tadi dimana hal ini biasanya yang menjadi dilema bagai beberapa pasangan pernikahan campuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun