*Hembusan Angin Cemara Tujuh 44*
Yangkung juga menceritakan Laku laku penempaan diri yang lain, sebagai suatu penghayatan dan emphaty terhadap keadaan keadaan tertentu. Laku laku itu antara lain adalah laku *Ngebleng, Ngrowot, Ngalong, Nguwuh, Pati Geni, Pendem, Pati Raga* dan masih berbagai lagi.
Ngebleng, adalah laku menyepi, biasanya dilakukan di suatu ruangan tertutup dan gelap. Selama tiga hari tiga malam, pelaku menutup diri di ruangan tersebut. Tidak ada lampu dan sinar yang masuk ruangan, tidak diperbolehkan makan.
Hanya setiap pagi bakda Subuh, kerabatnya akan menaruh segelas air putih di depan pintu ruangan. Air satu gelas itu adalah bekal hidupnya sehari semalam itu.
Selebihnya, pelaku Ngebleng hanya berdoa untuk tujuan tertentu, atau untuk pembersihan diri.
Yangkung menjelaskan, laku laku itu sebenarnya tidak untuk tujuan mendapatkan ajian tertentu, namun semata hanya  laku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Serta pemurnian diri , meyiapkan wadah dan rumah bagi datangnya  pakarti becik.
Sedangkan laku Ngalong, mengharuskan Pelaku  hanya boleh makan buah buahan selama waktu tertentu. Kemudian laku Ngrowot, adalah laku ketika seseorang hanya mengkonsumsi umbi umbian, buah yang berada dibawah tanah.
Laku Nguwuh, adalah laku yang berat dan sangat jarang orang bisa bertahan. Pelaku Nguwuh ini harus tinggal dan tidur di tempat pembuangan sampah, sebagai penghayatan menjadi manusia yang rendah derajatnya, hidup di lingkungan kotor dan tidak sehat, namun bagaimana tetap bisa survive.
Itulah beberapa contoh laku yang diceritakan Yangkung dan membuat Sutopo geleng geleng kepala, tidak mengerti dan tidak paham.
Setelah Sutopo banyak bergaul, belajar, dan banyak mendengar cerita pengalaman dari sana sini, cerita unik sejenis dari negara lain, dirinya berpikir dan menduga, bahwa sebenarnya laku laku misterius itu adalah salah satu metode lama penyembuhan alternatif. Metode kuno untuk menyembuhkan sakit jiwa maupun sakit raga.
Kelihatannya Yangkung meyakini laku laku itu diperlukan untuk kemuliaan, bukan sarana untuk menyiksa diri maupun pelarian dari ketidak berdayakan menghadapi kenyataan kehidupan yang terkadang membuat risau, kecewa dan putus asa.