Secepat ini kita sampai di kesenyapan. Sepenggal pagi hanya tentang ampas kopi. Tanpa jejak-jejak bibir terserak dalam percakapan rahasia. Kosong. Tanpamu.
Aku pun mengulur siang sekuat pekik terik mengundang gundah. Lalu yang tersisa suara serak berarak-arak ke otak. Menembangkan kidung rindu paling pilu. Sumbang. Tanpamu.
Senja yang kuharap merona, datang serupa wajah perawan kehilangan kesucian. Entah siapa yang merampas malam. Yang tersisa hanya suram. Dingin. Tanpamu.
Pada pawana kutitipkan warta. Sepotong kata tanda cinta. Juga cacahan bintang paling cerlang. Semoga jadi penerang jalan pulang. Aku sekarat tanpamu.
Jakarta, 4 Juli 2020
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!