Siapa yang Bertanggung Jawab? Menunjuk Hidung dan Menuntut Keadilan
Di tengah kekacauan ini, pertanggungjawaban menjadi barang langka. Namun secara hukum dan teori kebijakan publik, akuntabilitas dapat ditelusuri dengan jelas.
Di tingkat operasional, Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai koordinator pelaksana adalah pihak yang paling bertanggung jawab. Kegagalan BGN dalam menciptakan sistem yang aman, transparan, dan adil bagi semua pihak adalah akar dari semua masalah di lapangan. Mulai dari tata kelola yang "semrawut", penggunaan yayasan perantara yang tidak akuntabel, hingga skema pembayaran yang merugikan vendor, semua berpusat pada kegagalan lembaga ini adalah bukti nyata kegagalan manajerial.
Namun, tanggung jawab tertinggi berada di pundak Pemerintah dan Presiden Prabowo Subianto sebagai penggagas utama. Keputusan untuk menggulirkan program ini secara tergesa-gesa tanpa payung hukum yang kuat setingkat Peraturan Presiden (Perpres) adalah "dosa asal" dari kebijakan ini. Tanpa aturan main yang jelas dan mengikat, program ini menjadi liar dan tak terkendali. Ini adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Good Governance-terutama Rule of Law (Kepastian Hukum) dan Akuntabilitas-yang menjadi fondasi administrasi publik yang sehat.
Pemerintah secara eksplisit memiliki kewajiban untuk menjamin keamanan pangan bagi warganya, seperti yang tertuang dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Ketika negara sendiri yang menjadi penyelenggara dan gagal memenuhi standar tersebut hingga menyebabkan ribuan korban, maka ini bukan lagi sekadar kesalahan kebijakan, melainkan potensi pelanggaran hukum yang serius.
Pada akhirnya, program Makan Bergizi Gratis telah menjelma menjadi Makan Berbahaya Gratis. Pertanyaannya bukan lagi apakah program ini perlu dievaluasi, tetapi kapan para penanggung jawab akan dimintai pertanggungjawaban atas korban yang berjatuhan dan anggaran yang terbuang sia-sia, dan juga pemerintah akan berhenti menjadikan kesehatan anak-anak dan kelangsungan hidup UMKM sebagai kelinci percobaan untuk sebuah ambisi politik yang dieksekusi secara membabi buta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI