Mohon tunggu...
mulia nasution
mulia nasution Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Pernah bekerja sebagai jurnalis The Jakarta Post, RCTI, Trans TV. Sekarang bergiat sebagai trainer jurnalistik, marketing dan public relations

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Cinta Membabi Buta

6 Februari 2019   10:34 Diperbarui: 6 Februari 2019   11:54 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba aku dikejutkan dengan sayup-sayupnya suara seseorang memanggil namaku. Entah dari mana asal suara itu. Lantas aku celingak-celinguk memerhatikan orang banyak. Rasanya aku mengenal betul suara itu. Tapi..., siapa orang yang menggumamkan suara itu, belum jelas.

"Hallo Jejeng. Selamat sore!"sapanya ramah sembari menepuk lenganku. Tak pelak lagi, ternyata dia sahabat kami yang sering kami perolok-olok di sekolah,  Merdy Lesmana alias si Otong Gapuak. Berbeda  penampilannya sore ini, necis dan keren. Ia mengenakan pakaian warna biru muda yang sepadan dengan warna kulitnya, bermotif  kotak-kotak  plus jeans yang masih segar.

"Mau nonton ya, Tong?" tanyaku sekedar iseng dan berharap agar dia mengiyakan."Filemnya seru dan fantastis, loh! Kakakku Minda sudah menontonnya," kataku lagi. "Seru deh. Tak rugi kok kalau kamu menyaksikan filem ini."

Senyum Otong dikulum manis. Sangat manis ranumnya, menarik  hati pula. Anggukan kepalanya terkulai.

Sementara Otong lagi asyik di depan pamphlet, aku berusaha mengalihkan perhatian sahabat sekolah kami ini."Tong, ada yang menyampaikan salam untukmu," ujarku setengah berteriak dari ruang tunggu. Aku sangat berharap agar dia  menghampiriku.

"Jangan bergurau, Jeng!"nada bicaranya penuh kecurigaan, seakan-akan mengetahui maksud nakalku.


"Kamu tak percaya sama aku lagi ya, Tong? Kapan sih aku mengibulimu? Kapan sih aku pernah mencederai omonganku?" desakku, pura-pura jengkel atas kecurigaannya.

Sampai  akhirnya, Otong menghampiriku juga. Kemudian dia duduk di sisiku. Tangannya bersandar pada pundakku seperti kebiasaan khasnya di sekolah. Lama dia tercenung. Lantas,  Otong pun bertanya.           "Siapa lagi, Jeng?"

Aku menghela nafas. Selekasnya kusingkirkan tangannya agar dapat berbicara lugas. Setelah menundukkan kepala beberapa jenak, memikirkan  bahan lelucon buat disuguhkan kepadanya, otakku  berpikir lebih keras.

"Lekas dong ceritanya!" teriak Otong merasa kurang sabar.

"Teman sekolah kita, Tong. Wanita yang duduk di barisan depan bangku dudukku,Tong! Masa lupa? Yang alis matanya melengkung, bibirnya ranum bagai buah apel!" cetusku agar dapat memerangkap Otong dalam ketidakberdayaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun