Mohon tunggu...
Mulia Donan
Mulia Donan Mohon Tunggu... Freelancer - Petani

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tarian Caci Budaya Manggarai yang Harus Dipertahankan

20 Maret 2021   22:29 Diperbarui: 20 Maret 2021   22:51 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tarian Caci Budaya Manggarai, Flores, NTT/ dokpri

Sebelum matahari sejajar dengan ubun-ubun kepala, kedua penari mulai meliuk-liukan badannya. Masing-masing kelompok turut menyemangati jagoannya. Gong dan gendang yang dipukul dari luar lapangan kian riuh membahana, beradu dengan suara penonton. Musik juga terdengar dari tubuh para penari. Mereka melantunkan syair dari mulut mereka, diiringi ritme hentakan kaki yang turut membunyikan lelonceng kecil-kecil (nggorong)  yang melingkar di atas mata kaki. 

Paki mulai beraksi. Ia berusaha menyerang lawan dengan sebua pecut yang lentur tetapi keras. Pecut itu terbuat dari kulit kerbau yang sudah  dikeringkan. Di bagian pegangan pecut tersebut, ada beberapa lilitan kulit kerbau. Sedangkan di ujungnya, terpasang kulit kerbau tipis yang sudah kering dan keras, atau biasa disebut lempa, yang menjadi mata senjata tersebut.

Paki mulai menari-nari sembari mendendangkan larik (embong larik), sejenis strategi meninabobokan lawan. Pada saat tertentu yang dirasa tepat, ia mengayunkan pecut, mengincar bagian-bagian tubuh yang terbuka dari lawan tarinya.

Laki-laki yang berperan sebagai penangkis (ta'ang) berusaha menangkis serangan-serangan paki dengan sebuah perisai. Perisai itu disebut nggiling. Perisai ini pun terbuat dari kulit kerbau yang sudah dikeringkan.  Nggiling berbentuk bundar dipegang dengan satu tangan. Sementara sebelah tangan lain memegang busur penangkis. Busur penangkis itu terbuat dari bambu, disebut agang atau tereng.

Caci berlangsung semarak. Meski masih remaja, para penari berhasil menampilkan karakter ketangkasan laki-laki Manggarai. Kedua penari menarikan perannya masing-masing, saling berganti menjadi paki dan ta'ang. Menyerang dan bertahan pada gilirannya masing-masing.

Penonton bersorak. Antusiasme di wajah mereka tidak dapat disembunyikan. Mereka menikmati pergelaran itu. Menikmati tubuh-tubuh penari yang berkeringat. Menikmati penetrasi dan usaha bertahan, jeda dan gerakan-gerakan lincah dari para penari. Pergelaran ini jadi hiburan yang sungguh menggembirakan. Selain tentu, menjadi peristiwa kebudayaan yang kaya makna.

Kepala Desa Golo Meni, Hermenigildus Jehadut merasa puas. Idenya menggelar caci dalam perayaan ulang tahun ke-74 kemerdekaan Indonesia sukses dieksekusi. Sejak awal ia memang punya visi menjaga dan terus merawat kekayaan budaya Manggarai. Pergelaran caci di hari kemerdekaan ini adalah salah satu wujudnya. 

Jehadut sadar, secara tradisional, selama ini tarian caci hanya dibawakan oleh orang dewasa. Dalam pergelaran kali ini, ia membuat sesuatu yang berbeda. Ia mengundang siswa-siswa sekolah menengah pertama. Alasannya jelas. Ia ingin agar generasi muda belajar dan terus mencintai serta menghargai budaya caci dengan baik.

"Generasi muda jangan melihat tarian caci sebagai hal yang biasa-biasa saja. Mereka perlu jaga dan lestarikan caci dengan baik. Adanya pergelaran caci seperti ini mungkin bisa menggugah hati generasi muda untuk lebih mengenal dan lebih tau makna dan filosofi budaya  caci", ungkapnya.

Wajah Maria Anita Jau, salah satu warga penonton tampak berbinar. Ia tak hanya kagum dengan pergelaran caci yang digelar. Ia optimis dengan visi pengembangan kebudayaan yang digagas kepala desa.

"Melestarikan budaya sendiri merupakan suatu bentuk kecintaan warga terhadap daerah dan tanah para leluhur. Para leluhur telah mengorbankan segalanya untuk mempertahankan kemerdekaan dan memperjuangkan ciri serta kekhasannya. Tidak perlu menjadi diri yang lain jika semuanya hanya imitasi. Karena budayamu sendiri asli adanya", ungkap Jau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun