Sejatinya seperti pahlawan masa lampau merupakan sosok ideal untuk dicintai, ditiru dari sisi tauladan yang berjuang tanpa motif kepentingan pribadi yang rela bertaruh apa yang ia punya, demi tujuan bersama, merdeka.
Jika dipikir--pikir mereka bertaruh nyawa, kita yang memperoleh kemegahan dari jerih payah mereka. Siapakah mereka itu? para pejuang!. Mereka yang berjuang karena panggilan jiwa. Bukan mencari nama tuk terkenal jadi tujuan utama yang pada akhirnya mereka juga akan dikenal.
Bahayanya perkembangan sekarang ini dengan akses cepat dan teknologi yang semakin canggih. Di gunakan tuk mencapai tujuan itu.Â
Dagelannya seperti amal kebaikan, kebajikan dibangun untuk mempersepsikan dirinya kepada orang lain sebagai orang alim.
Maka tak heran sering saja terjadi, amal kebajikan hilang pesan-pesan nilai moral. Karena rasa ingin terkenal dan dikenal isi sebenarnya sedang kebajikan bungkus kepalsuan semata.
Lagi bakti sosial, lagi Shalat posting dan lagi puasa Senin kamis diumumkan. Dan blablabla..pokok eh viralkan.
Lucunya tindakan tersebut membuat malaikat pada bingung tuk mencatat kebaikan kita antara ikhlas atau riya atau ada motif dibalik kebaikan yang dilakukan.
Moment panas jelang 2024 waktuny telah tiba, si tukang jual obat keliling akan bersuara menyampaikan obat yang dijual lebih top markotop sedunia, bahkan dokter ahlipun kalah dibuatnya atas ramuan yang mereka promosikan.
Juru berasan atas nama rakyat, atas nama kemiskinan, keadilan memohon doa restu dan dukungan itu tujuan utama, terutama hak suara di pemilu.
Marketing diri ini, politik paling ketara akan hal ini. Â Selain politik juga sering ditemui juga pada publik figure, memungkinkan untuk terkenal dan dikenal dalam istilah pansos.
Dari selebriti ternama, artis media sosial, pegiat kontens sensasional, yang bercita-cita kepingin jadi artis dadakan. Bahkan para juruh dakwah bermain market diri, untuk terkenal dikenal.