Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Legenda Putri Serindang Bulan, Asal Mula Petulai "Migai" Merigi

22 Oktober 2021   22:27 Diperbarui: 22 Oktober 2021   22:42 1634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrated by: pedomanbengkulu.com

Setelah terbentuknya Rejang Empat Petulai, yang terdiri dari Petulai Tubeui, Petulai Jurukalang, Petulai Bermani, dan Petualai Selupu dalam cerita Beruk Putih dan Pohon Benuang Sakti, monggo tak baca loh artikelnya.

Baca juga: Beruk Putih dan Pohon Benuang Sakti, Asal Mula Nama Lebong dan Istilah Rejang Empat Petulai

Ada satu lagi cerita petulai baru yang terbentuk di kemudian hari yakni petulai Migai dalam bahasa melayu dinamakan Merigi. Pecahan petulai Tubeui yang berada di luar wilayah Lebong.

Kisahnya bermula dari Putri Serindang Bulan, tersohor putri nan cantik rupawan kala itu. Setelah meranjak dewasa, dan telah cocok berumahtangga, tapi selalu berujung kegagalan dalam merajut bahtera keluarga.

Sembilan kali Putri harus putus bertunang secara berturut-turut. Karena penyakit yang sangat aneh, bila ia bertunang, maka tumbuhlah penyakit Kusta dibadannya, yang menyebabkan semua memutuskan ikatan pertunangan dengannya karena kecewa. Anehnya, apabila pertunangan terputus, maka sembuhlah ia dari penyakit itu seperti sedia kala. 

Karena ini juga menyebabkan saudara-saudaranya menjadi sangat malu dan kecewa atas kejadian yang menimpa sih adik bungsu, Putri Serindang Bulan. 

Ayah dari Putri Serindang Bulan Bernama Rajo Mawang dan tujuh saudaranya, bernama Ki Geto, Ki Tago, Ki Ain, Ki Jenain, Ki Geting, dan Ki Karang Nio.

Dengan kejadian ini maka diadakanlah pemufakatan dari saudara-saudaranya untuk mencari jalan keluar karena malu, malu akan gagal sembilan kali menuju pelaminan.

Dalam hasil rembuk, akhirnya diputuskan bahwa Putri Serindang Bulan haruslah dibunuh. Hanya Ki Karang Nio yang tidak sepakat atas keputusan tersebut, tapi kalah suara dan usia dari kakak-kakaknya.

Dalam putusan juga, Ki Karang Nio lah yang bertugas tuk melenyapkan nyawa si adik satu-satunua yang amay ia sayangi. Dibuktikan bahwa ia telah berhasil membunuh, harus membawakan setabung darah dari si Putri.

Mengetahui kesepakatan dari kakaknya, Putri tidak bisa berbuat banyak selain pasrah akan keputusan dari saudara-saudaranya. Yang direncanakan di esekusi didalam hutan.

Tak sampai hati Ki Karang Nio untuk melaksanakan tugas yang ia emban membunuh adik bungsu, adik satu-satunya dan satu-satunya saudara perempuan.

Maka untuk mensiasati saudara-saudara, berpikirlah akal bulud Ki Karang Nio tuk mengakali para kakak-kakaknya. Seakan-akan nantinya Putri Serindang Bulan benar-benar telah terbunuh oleh-nya.

Melainkan diselamatkan dengan jalan menghanyutkannya di sungai Ketaun menggunakan perantara sebuah rakit, sedikit makanan sebagai bekal, dan berdoa kepada sang penciptasemoga adik selamat dan dipertemukan kembali suatu saat nanti.

Sebagai bukti bahwa ia berhasil dalam misinya, tak lupa sebelumnya Ki Karang Nio mengiris sedikit daun telinga sang adik, bukti kepada kakak-kakaknya. 

Dan setabung darah segar (darah seekor anjing yang ia ganti) serta menunjukan mata pedang yang masih berlumuran darah.

Kisah Putri yang dihanyutkan ini, akhirnya selamat hingga terdampar di salah satu pulau bernama Pigai di Muara Aer Ketahun. Wilayah kuasa Setio Barat, tuanku Indrapura.

Disaat berburu terkejutlah ia melihat pesona putri nan cantik jelita, Putri Serindang Bulan yanh terdampar. Ditanyainya kisahnya mengapa ia terdampar di pulau ini.

Mendengar kisahnya, tersentuhlah hatinya tuk membawa sang Putri ke Indrapura. Dan dijadikan sebagai pendamping hidupnya.

Kemudian berkirimlah ia khabar baik sang Putri kepada saudara-saudaranya di Lebong. Dan mengundang mereka tuk berkunjung ke Indrapura.

Mendengar berita ini senanglah hati, Ki Karang Nio dan kakak-kakaknya yang dulu pernah berbuat jahat, hingga lupa dengan kejahatan yang pernah mereka lakukan.

Lalu berangkatlah semua saudaranya memenuhi undangan ke Indrapura. Disambut suka cita sang Putri Serindang Bulan beserta sang suami, lupa dan tanpa rasa dendam kepada kakak-kakaknya.

Sebelum pamit akan pulang kembali ke Lebong, tidak lupa semua saudaranya sang Putri diberikan masing-masing oleh-oleh, dan sekantong emas dan perak sebagai uang jujur sang Putri.

Sungguh naas diperjalanan pulang, kapal yang mereka tumpangi diserang badai sehimgga membuat kapal terpecah-pecah, terdampar di teluk di antara Ipuh dan Ketaun.

Menyebabkan semua oleh-oleh, emas dan perak dari Indrapura yang mereka bawah, hilang habis, entah pada kemana. Terkecuali adik ke enam Ki Karang Nio.

Timbullah rasa iri berkesumat dengki kakaknya, pikiran kotor mereka tuk membunuh sang adik, demi merampas miliknya.

Karena Ki Karang Nio tanggap akan gerak-gerik mereka, dengan arif serta bijaksana. Berkata Ki Karang Nio;

Dalam bahasa Rejang kepada saudara-saudaranya, "hartoku harto udi, harto udi hartoku, barang udi cigai, uku magiea" artinya, hartaku harta kalian, harta kalian hartaku, barang kalian sudah tiada lagi maka aku bagikan hartaku ini untuk kalian.

Kemudian Ki Karang Nio membagikan bagiannya itu sama rata kepada para saudaranya. 

Melihat tindakan sang adik, yang begitu baik dan bijaksana.  Terharu dan malu-lah para abang. Lebih-lebih ingat pula pada perbuatan mereka di masa lalu, memaksa ki Karang Nio tuk membunuh adik si Putri Serindang Bulan.

Karena malu inilah yang menyebabkan mereka memisahkan diri dari sang adik. Mengambil keputusan tuk tidak kembali lagi ketanah asal Lebong.

Berkatalah mereka kepada Ki Karang Nio dalam bahasa Rejang, "uyo ote sao keme migei belek" yang artinya, "sekarang kita bercerai dan kami tidak akan kembali lagi."

Akhirnya pulanglah Ki Karang Nio sendiri ke Lebong tanpa bersama dengan saudara-saudaranya, yang kemudian menggantikan posisi ayahandanya Rajo Mawan sebagai pemimpin dari Petulai Tubeui.

Sedangkan saudara-saudaranya menyebar diluar wilayah Lebong, mendirikan kuteai baru. Petulainya tidak bernamakan Tubeui lagi melainkan MIGAI dalam bahasa melayu Merigi.

Hal ini pernah terdengar bahwa adanya larangan loh menari dalam tarian Kejai, bagi gadis/bujang  yakni dalam satu petulai (marga) pada dilarang.

Nah, berlaku larangan menari bagi gadis/bujang dari petulaI Tubei menari dengan gadis/bujang petulai Migai juga, dasarnya karena mereka berasal dari satu keturunan, Yaitu petulai TUBEUI.

Baca juga: Tari Kejei, Tarian Sakral Orang Rejang Bengkulu

Salam

Daftar Pustaka;

Sidik,  Haji Abdullah, 1980. Hukum Adat Rejang. Jakarta: PN Balai Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun