Secarik, yang kuketahui tentang mu, Pak Habibie?
Presiden ke-3 RI adalah Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie. Memerintah sejak 21 Mei 1998 sampai dengan 20 Oktober 1999. Lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan tanggal 25 Juni 1936. Menyelesaikan SMA dan perguruan tinggi di Bandung.
Sekolah di ITB tidak dilanjutkan setelah memperoleh beasiswa di Technise Hochehule, Achen, Jerman dan lulus cumlaude untuk jurusan konstruksi pesawat terbang sebagai Dipl.Ing. Pada tahun 1960.
Pada tahun  1965, ia meraih gelar Doctor Ing. Dengan predikat summa caulaude. Ia pernah menjadi Wakil Presiden dan Direktur Teknologi Messerschmit Boelkow Blohm, sebuah industri pesawat di Hamburg, Jerman.
Keberhasilan pendidikan tersebut menjadikan ia dipanggil Presiden Soeharto pulang ke Indonesia pada tahun 1974.
Selanjutnya ia menduduki berbagai macam jabatan penting, diantaranya sebagai penasihat Presiden RI, memimpin Divisi Advanced Technologi Pertsmina (BPPT), merintis industri pesawat terbang di Bandung.
Ia berhasil membuat pesawat pertama Indonesia CN 235. Menjadi Menteri Riset dan Teknologi, Dirut IPTN, Dirut PT PAL, Ketua BPPT. Dan lain-lain.
Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, Wakil Presiden ketujuh Republik Indonesia periode 1998-2003. Ia hanya menduduki jabatan Wakil Presiden sekitar 2 bulan, dan menggantikan presiden Soeharto yang dipaksa mundur oleh rakyat. Pada tanggal 21 Mei 1998, ia pun menjadi Presiden RI.
Pada tanggal 20 Oktober 1999 ia pun meletakkan jabatan Presiden setelah pidato pertanggung jawabannya tidak diterima oleh Sidang Umum MPR 1999.
Tidak Gila Kuasa, Tapi memiliki cinta yang besar buat Bangsa Ini
Setelah berakhir masa ke Presidennya, Pada tanggal 20 Oktober 1999. Ketika pidato pertanggung jawabannya dalam  Sidang Umum MPR tidak terima, ia tidak berkecil hati dan menerima dengan jiwa yang lapang. Dan tidak menjadikan permasalahan tersebut sebagai kekecewaan, lalu bersifat dendam yang mesti dibalas.
Contoh keluwesan pola pikirnya terpancar, saat ia menolak untuk dicalonkan menjadi Presiden. Dari hal ini menarik menurut versiku, menolak dijadikan kandidat Presiden, jelas menolak kursi nomor satu di Negara ini lho! Kursi primadona yang selalu menjadi kisruh saat ini disetiap kali pemilu? Ditolak.
Selain itu Pak Habibie, seakan hilang dalam dunia perpolitikan Nasional. Yaitu politik secara langsung (politik praktis). Seperti tidak mau terlibat langsung dalam gonjang-ganjing politik  Nasional. Yang cenderung rebutan berkuasa diantara para elit tanah air.
Dan lebih memilih menjadi penetral, pendingin, peredam tensi yang panas dalam demokrasi kita. Inilah cermin seorang negarawan sejati menurutku, perannya sebagai bapak bangsa untuk meleraih perselisihan antara kita. Bukan menjadi sumbu panas pemantik kekisruhan untuk lebih ricuh berujung kegaduhan.
Penanaman jiwa optimis, visioner pun selalu terujar dalam setiap perkataannya. Dan memberikan ide-ide konstruktiv pada pemerintah. Wujud yang ia perbuat, ciri nasionalis sejati. Sangat berbeda dibandingkan dengan orang-orang berujar tentang nasionalis, tapi hanya bersifat ujar.Â
Dalam pepatah lama "tidak elok suatu kebajikan selalu digembar-gemborkan, entar yang mendengar balik bertanya tentang kita". Cukup dengan sepi tapi jelas terbukti.
bumi pertiwi dirundung duka, dari sabang hingga ke merauke. satu persatu putra putri terbaik bangsa telah tiada. pergi tuk selamanya, meninggalkan kita.
ia telah menutup mata di usia senja. yang tak mampu tuk dicegah. hanya doa-doa dan nyanyian sedih tak terhingga, semoga kau bahagia diperhelaan terakhirmu.Â
cerita dan karya mu yang selalu dikenang. dan akan bertuah untuk semua. mewarnai sejarah bangsa Indonesia ini.
Curup, 13 september 2019
Ibra Alfaroug