Mohon tunggu...
Mujibur Rahman
Mujibur Rahman Mohon Tunggu... Low profil

Seeker of God

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Haji Zaman Now: Berjalan Kaki ke tanah suci, Ibadah atau Sensasi Digital?

9 Februari 2025   19:52 Diperbarui: 9 Februari 2025   19:52 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gubahan: Mujibur Rahman 

A. Fenomena Haji Jalan Kaki dan Live Streaming: Tren atau Transformasi Ibadah?

         Sejak dua pemuda Indonesia memulai perjalanan mereka ke Makkah dengan berjalan kaki sambil melakukan live streaming di TikTok, fenomena ini berkembang menjadi tren yang semakin luas. Dalam waktu 70 hari, perjalanan mereka telah mencapai Malaysia, dengan ribuan penonton yang mengikuti kisah mereka setiap hari. Tak hanya mendapat dukungan moral, mereka juga memperoleh donasi dalam bentuk "gift" TikTok yang dapat dikonversi menjadi uang. Keberhasilan mereka dalam menarik perhatian publik tampaknya telah menginspirasi banyak orang untuk mengikuti jejak mereka, menjadikan perjalanan haji bukan hanya sebagai ibadah, tetapi juga sebagai tontonan digital yang menguntungkan.

         Namun, muncul pertanyaan besar: apakah ini benar-benar perjalanan spiritual yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, atau justru telah menjadi strategi konten yang menguntungkan secara finansial? Apakah haji yang selama ini dikenal sebagai perjalanan suci kini mengalami komodifikasi di era media sosial?

B. Spiritualitas atau Monetisasi?

         Dalam sejarah Islam, perjalanan haji telah dilakukan dengan berbagai cara, termasuk berjalan kaki. Banyak ulama dan cendekiawan Muslim di masa lalu menempuh perjalanan panjang untuk menunaikan ibadah ini sebagai bentuk pengorbanan dan ketakwaan. Namun, yang membedakan dengan fenomena saat ini adalah kehadiran teknologi dan media sosial yang mengubah pengalaman spiritual ini menjadi konten publik yang dapat dimonetisasi.

          Live streaming perjalanan haji bukan sekadar berbagi pengalaman, tetapi juga menjadi peluang bisnis yang menggiurkan. Platform seperti TikTok memungkinkan para pelaku perjalanan ini menerima donasi dalam bentuk gift virtual, yang pada akhirnya dapat menjadi sumber pendapatan utama mereka selama perjalanan. Hal ini menimbulkan pertanyaan etis: apakah ibadah ini tetap sakral jika dilakukan dengan motif finansial? Jika perjalanan ini bergantung pada donasi penonton, apakah itu masih bisa disebut sebagai ibadah yang penuh pengorbanan?

C. Eksploitasi Religi dalam Dunia Digital

          Fenomena ini juga membuka diskusi yang lebih luas tentang bagaimana agama semakin dieksploitasi dalam dunia digital. Di era media sosial, semakin banyak individu atau oknum tertentu yang menjadikan konten berbasis agama sebagai alat untuk menarik perhatian dan keuntungan finansial. Tren "haji jalan kaki sambil live streaming" ini bisa menjadi contoh bagaimana ibadah yang seharusnya dilakukan dengan penuh keikhlasan kini dijadikan alat untuk membangun popularitas dan meraup keuntungan.

           Selain itu, ada risiko bahwa tren ini akan berkembang menjadi "perlombaan spiritualitas" di media sosial, di mana semakin ekstrem dan sulit sebuah ibadah dilakukan, semakin besar pula atensi dan dukungan finansial yang diperoleh. Jika ini terus terjadi, maka ibadah tidak lagi dinilai dari ketulusan hati, tetapi dari seberapa menarik dan dramatis perjalanan tersebut di mata publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun