Mohon tunggu...
Mujahid Al Haqq
Mujahid Al Haqq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Intenassinal

Mencoba menulis dengan gaya

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan oh Ramadan, Mengapa Kini Kau Berbeda?

5 April 2023   09:12 Diperbarui: 5 April 2023   09:55 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Seandainya kalian itu telah ditakdirkan (wkwk prcaya takdir banget.. #biar gampang aja) untuk menyukai ayam bakar sebagai makanan favorit kalian, lalu di hari ahad kalian dimasakin sama ibu kalian sebagai hidangan favorit keluarga, pasti kalian bakal seneng banget kan sampai nambah dua piring ehhe. tapi bayangin, setelah itu, ibu kalian masakin lagi keesokan harinya,

- di hari kedua kayaknya spesial banget sampe masak dua kali

- di hari ketiga mulai mikir nih, "alhamdulilah ya, setidaknya masih diberi kesempatan buat makan enak" (padahal mulai ga suka)

- di hari keempat, hmm emang gada makanan lain apa?

- seminggu, aneh, kok mie instan kini lebih sedap daripada ayam bakar? :(

nah, itu analoginya. jadi di tubuh kita itu tercipta sebuah hormon yang bernama dopamin, (mulai bahas biologi nih yee!), nah hormon dopamin itu yang bikin kita merasakan rasa puas dan merasa bahagia. semakin lama dopamin ditunda, maka rasa puas yang dihasilkan itu makin besar. contoh gampangnya adalah saat kalian bermain video game, tentu memenangkan permainan yang susah akan lebih berkesan daripada setelah permainan yang sulit. begitu pula saat kalian nonton film, setelah drama sediih yang panjang, eh endingnya malah bahagia. nahh itulah dopamin.

kalau dulu, orang tua kita itu punya konsep yang namanya prihatin, yaitu menunda kesenangan. menunda kesenangan itu bakal buat kita merasa lebih puas saat dapat kenikmatan. seperti menunda makan, menunda beli barang-barang mahal, dll.

Kaitannya dengan Ramadhan? waktu kita kecil, kita belum terbiasa dengan kesenangan instan, setiap kita akan ngelakuin sesuatu, kita bakalan perlu ngerasain susah dulu sebelumnya. saat puasa misalnya, kita bakalan bener-bener disuruh menahan lapar sambil tetap ngerjain aktivitas harian, seperti sekolah, belajar, membantu orang tua. saat itu kita nggak banyak terganggu dengan kesenangan instan lain seperti scrolling media sosial, bermain game, dan nonton youtube.

Semua yang kita lakuin itu butuh usaha dan ga bisa didapetin dengan instan.  paling banter, kita bakalan ngabisin waktu dengan main game di play station, itupun kita perlu ngorbanin duit jajan kita, perlu tenaga buat jalan ke kampung sebelah, harus nyiapin diri buat berinteraksi sama temen-temen dan juga penjaga rentalnya. bahkan, kalo kita lagi gak ada kerjaan, kita bakalan dipaksa untuk merenung, mikir, kok bukanya lama ya, ntar lebaran bakal kemana ya, dan hal-hal yang mungkin kurang penting lainnya. jadi ketika kita lapar, kita harus menghadapi itu bukannya mencari pelarian dengan kesenangan instan secara terus terusan. 

nah hal-hal gini nih yang bikin dopamin kita naik level dan ngerasain kepuasan tiada terkira saat berbuka (nah sudah paham kann?)

saat itu, teknologi yang ga secanggih sekarang membuat kita susah untuk berkomunikasi dengan saudara dan kerabat. memang sih tahun 2000an, wartel-wartel (warung telepon) mulai bermunculan dipinggir jalan, tapi buat menggunakannya perlu kocek yang ga sedikir. sehingga mau ga mau kita mesti nahan rasa kangen kita pada mereka. nah setelah kerinduan sudah terpendam lama (ini mulai puitis hmm), setelah setahun akhirnya kita bisa ketemu dengan sanak saudara dan kerabat. itulah mengapa kita merasa excited banget dan jadi momen yang ga bakalan terlupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun