Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cara Mengatasi Problem Ketika Bercinta Hilang Rasa, Jangan Buru-buru Bercerai

11 Juni 2020   13:00 Diperbarui: 12 Juni 2020   18:29 1747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana sesaat setelah akad nikah, tampak senyum kebahagiaan pasangan pengantin baru memamerkan buku nikah sebagai bukti legalitas perkawinan mereka. | dokpri

Harusnya tidak boleh serta merta mengambil jalan perceraian. Jangan keburu nafsu untuk bercerai. Pikir-pikir dulu, dan pertimbangkan dengan matang, baik-buruknya. 

Cari dan berusaha menemukan cara untuk mengatasi dan menyelesaikan problemnya dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga. Dalam situasi seperti itu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan.

Pertama, kembali pada komitmen awal dan pahami hakikat perkawinan. Bahwa perkawinan, di samping adalah peristiwa hukum, peristiwa agama, juga peristiwa budaya.

Perkawinan itu adalah peristiwa hukum. Artinya, sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perkawinan adalah peristiwa agama. Artinya, bahwa perkawinan pure merefleksikan ajaran agama. Ada nilai-nilai kesakralan, spiritulitas, dan ibadah. Perkawinan adalah aktualisasi dari keimanan, tanda-tanda (bukti) kebesaran Tuhan, sunatullah, dan alami (nature).

Tuhan menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan, menjalin cinta, dan kasih sayang, untuk memperoleh ketenangan hidup, dan membangun regenerasi.

Perkawinan juga adalah peristiwa budaya. Relasi hidup suami istri tidak lebih sebagai hubungan simbiosis mutualisme, saling memberikan faedah, saling memberi dan menerima, dan saling menggenapkan.

Dalam situasi inilah, suami istri dituntut untuk saling memahami dan menyadari segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Memahami karakter, selera, dan latar belakang adat dan budaya yang melekat pada diri masing-masing.

Suami istri mau tidak mau harus meredam ego masing-masing. Jangan pengen menang sendiri. Harus selalu mementingkan kebersamaan, kemaslahatan, dan kehangatan.

Sikap saling maido antara suami istri adalah sikap yang tidak terpuji, dan bisa membuat kesalahpahaman, mengganggu komunikasi, dan keharmonisan kehidupan rumah tangga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun