Beberapa waktu lalu, Saya membaca suatu berita yang mengatakan bahwa salah seorangÂ
di parlemen Indonesia berbicara perihal K-pop dan Drama korea adalah suatu inspirasi bagi anak muda untuk berkreasi. Saya tak tau bagaimana tanggapan Bung Karno, Jendral Soedirman dan para pendahulu mengenai hal ini, yang saya tau, bahwa peryataan ini hanya sebatas parodi pemikiran di panggung konstitusi yang terpapar oleh wabah ilusi, sehingga membuat wajah ilmu pengetahuan pucat pasi dan saya akan berupaya untuk menangani.Â
Mungkin saya akan mencoba melihat dari sudut pandang yang bersabda, apa yang dimaksud inspirasi untuk berkreasi dari hal tersebut? Apakah mungkin membuat drama? Atau membuat boyband?Â
Mungkin bisa jadi bisnis? Atau yang lain mungkin?. Tapi dilihat hipotesanya yang saya kutip dari republika dan berbunyi : "Maraknya budaya K-pop diharapkan juga dapat menginspirasi munculnya kreatifitas anak muda Indonesia dalam berkreasi dan mengenalkan keragaman budaya Indonesia ke luar negeri,".Â
Jelas-jelas kita lihat bersama bahwa K-Pop dan Drakor yang mengenalkan budaya-nya kepada kita, bukan malah sebaliknya. Lalu apa silogisme atau pandangan logis bahwa maraknya K-pop dan Drakor, berfungsi sebagai pengenalan budaya kita kepada mereka? Kecuali kalau mereka juga menyaksikan tontonan yang mewakilkan budaya kita.Â
Di balik hipotesa tersebut, saya rasa ada suatu Fallacy yang harus dibenahi agar tak menjadi ilusi untuk masyarakat luas, kita analisis secara empiris saja. Apakah dibalik maraknya Drakor dan K-pop membuahkan suatu inspirasi sosial-kultural? Atau justru dekadensi moral dan intelektual?, lalu apabila dirasa hal tersebut menginspirasi, mana buktinya? Bila mana menyaksikan atau menonton hal tersebut mengenalkan budaya kita kepada mereka, mana buktinya?.Â
Jujur saja, saya memang lumayan menggemari drama korea, tak jarang saya menontonnya, yang saya dapatkan inspirasi dari sana adalah gombalan-gombalan romantis dan pelajaran-pelajaran moral secara kultural. Tapi kalau hal tersebut yang direduksi sebagai premis dari kata inspirasi tadi, film-film indonesia lebih kaya daripada mereka (secara kultural, bukan akting), apalagi kalau soal budaya. Â
Di dalam judul, Saya menempelkan kata halusinasi kepada premis inspirasi tadi. Kenapa demikian? Karena hanya kata "halusinasi-lah" yang pantas untuk menggambarkan hipotesa yang membuat publik terkena ilusi, atau mungkin beliau ingin memperkenalkan diri kembali agar tidak dilupakan bangsa ini?.Â
Sebenarnya saya ingin memaklumi perkataan ini, karena dengan paradigma apapun, melarang atau yang semacamnya terhadap Drakor dan K-pop sudah menjadi hal yang nihil dan mustahil. Tapi lambat laun sabda ini dapat dijadikan alasan anak kecil untuk menonton adegan vulgar pada Drama Korea, lalu ia beralasan bahwa hal tersebut mengispirasi-nya untuk berkreasi. Padahal, Indonesia tahun 2030 diperkirakan akan mendapat bonus demografi, bukan malah di edukasi, tapi malah di hipnotis hingga terpapar radiasi fallacy.Â
Apalagi setelah melihat gambar dibawah ini :