Ibu tersenyum. Dengan senyum yang penuh rahasia. Sorot mata selembut rembulan itu terpejam dan tak pernah kembali terbuka.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di sudut lain rumah sakit itu, seorang lelaki tua terpekur dalam sujud panjangnya. Dengan infus yang masih terpasang di pergelangan tangannya yang berkerut di makan usia, dia masih tenggelam dalam doa-doa.
Di sela-sela air matanya dia menyebut sebuah nama "Arini..."
Bapak tua itu sudah sebulan dirawat di rumah sakit ini. Tak ada satupun keluarga yang mendampingi di saat-saat terakhirnya. Jika kutanya di mana sanak saudaranya, dia selalu tersenyum dan berkata:
"Saya tidak mau merepotkan mereka, Dokter. Saya sudah banyak melukai hati orang-orang yang saya sayangi.."
Kesalahan apa yang telah dia perbuat hingga dia menghabiskan detik-detik terakhir usianya dalam kesepian yang mencekam? Bukankah semua kesalahan bisa dimaafkan?
''Tidakkah Bapak mencoba untuk meminta maaf? Mungkin saja mereka mau menerima", tanyaku.
"Bahkan aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, Dok."
Kulihat penyesalan begitu besar dibalik binar matanya. Aku tidak tahu tentang kesalahan yang telah dia perbuat di masa mudanya. Tapi yang jelas, saat ini ada cinta, ketulusan, dan penyesalan bercampur menjadi genangan air mata kerinduan.
Masa tua tanpa kehadiran orang yang dicinta. Hanya kesepian dan kesendirian yang menemaninya dalam perjalanan kembali menghadap Tuhannya. Mungkin benar apa kata orang bahwa cinta tak pernah tepat waktu...