Mohon tunggu...
Muh Ibnu Sina
Muh Ibnu Sina Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Psikolog Klinis/RSUD Hj Anna Lasmanah Banjarnegara/Anggota Ikatan Psikolog Klinis Wilayah Jawa Tengah

Satu Satunya Pria Psikolog Klinis yang Eksotis Item Manis Tanpa Pemanis Buatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Telekonseling ODHIV: Meneguhkan Patuh, Menguatkan Tangguh

4 Desember 2022   01:20 Diperbarui: 7 Desember 2022   00:44 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa penulis menyebutkan ODHIV bukan ODHA? 

ODHIV dan ODHA berbeda. ODHIV merupakan Orang Dengan HIV (Human Immunodeficiency Virus). Dirinya memiliki HIV dalam tubuhnya namun tidak sakit -- berpenyakit, tidak bergejala, karena virus tersebut. Atau dengan kata lain asimptomatik. Kondisi badannya baik, fit.

Dari kepanjangan HIV ini kita bisa cermati bahwa HIV adalah virus yang menghancurkan-menggerogoti-meruntuhkan sistem kekebalan (imun) tubuh manusia. Orang dengan HIV sangat rentan terkena penyakit karena kekebalan tubuhnya lemah sebab terserang oleh HIV. 

Jika ODHIV ini jarang minum obat ARV (Anti-Retroviral Virus), atau bahkan tidak mau minum obat (Lost Follow Up), tidak menjaga diri baik fisik maupun psikologisnya, tetap berperilaku resiko, maka akan mudah menjadi ODHA-Orang Dengan HIV-AIDS.

ODHA adalah Orang Dengan HIV-AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome). Yakni, orang dengan sekumpulan gejala penyakit di tubuh yang disebabkan adanya virus HIV, dirinya bervirus sekaligus kondisinya bergejala-sakit. Sakit yang biasanya dialami oleh ODHA berkenaan dengan sakit di bagian kulit, paru, mata, otak, pencernaan, dsb. 

Sebagian orang menyebutnya Infeksi Oportunistik. ODHA berarti kondisi imun tubuhnya lemah, sehingga dirinya sakit karena HIV. Mudahnya, ODHIV belum tentu kena AIDS sedangkan ODHA sudah pasti kena HIV. 

Meneguhkan Patuh -- Menguatkan Tangguh 

Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV atau baru saja terdiagnosa HIV positif akan mengalami perasaan negatif. Shock, kecewa, marah, jengkel, putus asa, sedih, bosan, bingung, malu, takut, cemas, panik, kesepian, menyangkal, tak percaya, terbebani, dan lain semisalnya.  Perasaan negatif itu akan memicu perilaku negatif pula. Tidak mau melakukan pengobatan, menyendiri, menyakiti diri, bahkan hingga upaya untuk mengakhiri hidup.

Menurut penjelasan Kubler-Ross, sedikitnya ada lima tahapan reaksi seseorang terhadap peristiwa yang negatif (kesedihan mendalam, traumatis, atau didiagnosa penyakit kronis-ex: HIV). Tahapan tersebut adalah denial (penyangkalan), anger (kemarahan), bargaining (pertukaran), depression (ketidakberdayaan), dan acceptance (penerimaan).

Lima tahapan teori Kubler-Ross bisa saja dialami ODHIV. Awalnya, ODHIV menyangkal terhadap peristiwa yang sudah terjadi. Tidak percaya dengan hasil tes, lalu ia akan mencari fasilitas kesehatan dengan alat tes yang dirasa lebih canggih guna melakukan pemeriksaan ulang. Atau yakin bahwa dirinya baik -- baik saja, sehat seperti orang lain pada umumnya. 

Selanjutnya, ODHIV mulai marah, frustasi, cemas dengan kenyataan yang ada, bahwa dirinya HIV positif. Mulai menyalahkan siapapun termasuk mungkin Tuhan.  Lalu, akan memasuki tahapan mencoba bernegosiasi dengan diri, pihak lain, ataupun Tuhan. Tidak sedikit seusai masa bargaining, masuk dalam tahapan ketidakberdayaan (depression).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun