Mohon tunggu...
Muhibbul Qadri Anas
Muhibbul Qadri Anas Mohon Tunggu... Pelajar

Siswa kelas 9 MTsN Padangpanjang,Remaja pencinta seni gambar yang ingin membahagiakan keluarga dan bermanfaat bagi banyak orang.Suka membaca dan meulis.Kategori tulisan paling disukai:artikel edukasi,cerpen,puisi,pendidikan,dan topik pilihan Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hangatnya Semangkok Pop Mie

19 Oktober 2025   12:37 Diperbarui: 19 Oktober 2025   12:37 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : The Laughing Phoenix

Rani menepuk bahunya. "Kamu hebat, Dir. Padahal tadi pagi kamu kelihatan sedih banget." Dira tersenyum, "Aku cuma ingat kalau sesuatu yang sederhana bisa bikin hangat, kayak semangkuk Pop Mie."

Dalam perjalanan pulang, Dira mampir ke rumah sakit. Ia membawa tas kecil berisi termos, sendok, dan satu cup Pop Mie baru. Kali ini, bukan untuk dirinya, tapi untuk ibunya yang masih terbaring lemah di ranjang.

"Ibu, aku bawain Pop Mie. Tapi jangan dimakan dulu, nanti aku bantuin buatnya," katanya lembut. Ibunya membuka mata, tersenyum lemah, dan berkata, "Kamu masih ingat cara buatnya?" Dira tertawa kecil, "Iya, sekarang aku udah jago."

Ia membuka tutup Pop Mie itu setengah, menuangkan air panas dari termos dengan hati-hati, menunggu tiga menit, lalu menambahkan bumbu dan mengaduk perlahan. Semua langkah ia lakukan dengan penuh kasih sayang.

Setelah mie siap, ia menyuapkan sedikit kepada ibunya. "Enak, kan?" tanyanya dengan mata berbinar. Ibunya mengangguk pelan. "Lebih enak dari buatan Ibu dulu," jawabnya dengan senyum yang membuat mata Dira berkaca-kaca.

Mereka berdua makan dalam diam, ditemani suara detak jam dan sinar matahari sore yang menembus jendela kamar. Rasanya tenang. Tidak ada kemewahan, tapi ada kebahagiaan sederhana yang sulit dijelaskan.

Beberapa hari kemudian, Dira mendapat kabar bahwa cerpennya memenangkan lomba di sekolah. Ia tidak percaya. Ia langsung berlari ke rumah sakit untuk memberi tahu ibunya. "Bu, aku menang!" katanya dengan tawa bahagia.

Ibunya memeluknya dengan lemah, tapi penuh bangga. "Lihat, kan? Tiga menit saja cukup untuk membuat sesuatu jadi lebih baik," katanya, mengingatkan kembali pada proses membuat Pop Mie. Dira tertawa kecil sambil menahan air mata.

Sejak hari itu, Pop Mie bukan sekadar makanan cepat saji bagi Dira. Ia menjadi simbol harapan, kesabaran, dan cinta antara anak dan ibu. Dari alat dan bahan yang sederhana---termos, sendok, mie, dan sosis---lahir kisah hangat yang akan ia kenang selamanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun