Pagi itu, udara di Desa Cempaka terasa dingin menusuk. Awan kelabu menggantung di langit, tanda hujan semalam belum benar-benar pergi. Di dapur kecil rumahnya, Dira berdiri sambil menggenggam termos berwarna biru. Tangannya gemetar, bukan karena udara dingin saja, tapi juga karena hatinya sedang gundah.
Hari ini sebenarnya hari istimewa. Dira seharusnya berangkat ke sekolah lebih pagi untuk mengikuti lomba menulis cerpen. Ia sudah menyiapkan segalanya---kecuali semangatnya yang mendadak hilang sejak semalam. Ibunya yang biasanya menemaninya belajar, sedang dirawat di rumah sakit sejak tiga hari lalu.
Ia membuka lemari makanan, dan hanya menemukan satu cup Pop Mie tersisa. Dira tersenyum kecil. "Setidaknya, sarapan masih ada," gumamnya pelan. Ia lalu mengambil termos berisi air panas yang baru saja diseduh ayahnya sebelum berangkat kerja.
Di meja, ia menyiapkan alat sederhana: sebuah sendok, Pop Mie, dan termos. Tidak banyak, tapi cukup untuk membuat sarapan sederhana yang hangat. Sementara hujan tipis mulai turun di luar, Dira membuka sedikit tutup Pop Mie itu dengan hati-hati.
Langkah pertamanya adalah menuangkan air panas dari termos. Uap panas langsung mengepul, menghangatkan wajahnya yang pucat. Ia menutup kembali cup itu dan menunggu tiga menit. Waktu yang singkat, tapi entah mengapa terasa lama bagi Dira yang sedang sendirian.
Selagi menunggu, Dira mengambil dua buah sosis dari kulkas kecil di sudut dapur. Ia tidak ingin memotongnya. Biarlah sosis itu tetap utuh, seperti harapannya agar keluarganya bisa utuh kembali setelah ibunya sembuh nanti.
Tiga menit pun berlalu. Dira membuka tutup Pop Mie-nya dengan hati-hati. Aroma gurih langsung menyebar memenuhi dapur kecil itu. Ia tersenyum lemah, lalu menambahkan bumbu yang sudah disediakan di dalam cup.
Dengan sendok, Dira mengaduk mie perlahan. Setiap putaran sendoknya seperti memutar kembali kenangan---tentang ibunya yang sering membuatkannya mie instan saat ia sakit. Air matanya hampir jatuh, tapi ia cepat-cepat menghapusnya. Ia tidak ingin menangis pagi ini.
Setelah bumbu tercampur rata, ia menambahkan dua sosis ke dalam cup mie itu. Ia melihat uap panas menyelimuti sosis perlahan, seolah ikut menghangatkannya. "Selesai," katanya lirih, lalu duduk di kursi dekat jendela.
Namun, baru dua suapan mie masuk ke mulutnya, ponselnya berdering. Nama "Rumah Sakit" muncul di layar. Jantung Dira langsung berdebar keras. Ia segera mengangkatnya dengan tangan gemetar.