Jakarta, 19 Juni 2025 --- Ekonomi Indonesia kembali diuji. Meski pemerintah dan Bank Indonesia berupaya keras menjaga momentum pertumbuhan, sejumlah indikator terkini justru menunjukkan perlambatan. Mulai dari gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), deflasi yang tak biasa, hingga merosotnya daya beli masyarakat.
Apakah mesin ekonomi RI benar-benar mulai "ngadat"? Berikut fakta-fakta terbaru yang mencuat hari ini.
1. Deflasi Tak Lazim di Bulan Mei
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,37% pada Mei 2025 (month-to-month). Ini cukup mengejutkan, mengingat Mei biasanya mencatatkan inflasi pasca-Lebaran akibat peningkatan konsumsi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa permintaan barang dan jasa belum pulih sepenuhnya, bahkan setelah periode Ramadan dan Idulfitri. Deflasi ini sekaligus menandakan tekanan terhadap daya beli masyarakat yang semakin nyata.
2. PHK Masif, Konsumsi Melemah
Salah satu penyebab utama lemahnya konsumsi adalah gelombang PHK yang masih berlanjut di beberapa sektor, terutama industri manufaktur dan ritel. Akibatnya, banyak rumah tangga menahan belanja dan mengalihkan pengeluaran ke kebutuhan pokok saja.
Padahal, konsumsi domestik berkontribusi lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jika daya beli terus tertekan, pertumbuhan ekonomi nasional jelas berada dalam risiko.
3. Sinyal "Ngadat" dari Sektor Manufaktur
Sektor manufaktur juga belum menunjukkan tanda-tanda pulih. Indeks PMI manufaktur kembali kontraksi pada Mei 2025, memperpanjang tren negatif dua bulan terakhir. Ini artinya, industri pengolahan mengalami penurunan aktivitas dan kepercayaan bisnis masih rendah.