Ditambah lagi, surplus neraca perdagangan semakin tipis, nyaris menuju defisit. Hal ini memperkuat sinyal bahwa ekspor tak lagi menjadi penopang utama pertumbuhan seperti sebelumnya.
4. Respons Pemerintah & Bank Indonesia
Melihat kondisi ini, pemerintah mempercepat sejumlah program untuk menjaga konsumsi dan pertumbuhan:
-
Gaji ke-13 ASN dipercepat untuk mendorong belanja rumah tangga.
Subsidi transportasi dan penebalan bantuan sosial digelontorkan agar masyarakat bawah tetap bisa bertahan.
Bank Indonesia menurunkan suku bunga, serta melonggarkan likuiditas untuk mendorong kredit sektor produktif.
Namun, para ekonom menilai langkah ini harus diimbangi dengan perbaikan struktural, terutama di sektor tenaga kerja dan produktivitas industri.
 5. Proyeksi Ekonomi: Optimisme vs Kenyataan
Bank Indonesia tetap optimis bahwa pertumbuhan ekonomi bisa berada di kisaran 4,6%--5,4% pada akhir 2025. Namun, lembaga internasional seperti IMF, OECD, dan Bank Dunia justru menurunkan proyeksi ke angka 4,7%, di bawah target pemerintah sebesar 5,2%.
Ketidakpastian global, tensi perang dagang, serta persoalan dalam negeri menjadi kombinasi tekanan yang tak bisa diabaikan.
Mesin Ekonomi Perlu "Diservis"