Sepedaku kupacu semakin cepat. Jantung berdegup kencang, bukan hanya kelelahan, tapi juga karena ketakutan akan kehilangan.Â
Pikiran melayang ke berbagai hal: apakah di sekolah barunya nanti gadis itu akan bertemu seseorang yang lebih berani, yang bisa dengan mudah menyatakan perasaan, yang dengan cepat menjadi kekasihnya? Bayangan itu membuat kayuhan semakin kuat, meski kaki mulai terasa gemetar.
Lampu lalu lintas di depan berubah merah. Truk berhenti. Sepeda berhasil menyusul hingga berada tepat di sampingnya. Nafas masih terengah-engah, tapi pandangan langsung terarah ke kursi penumpang.
Di sana, duduklah seorang gadis dengan wajah pucat. Matanya berkaca-kaca, pipinya basah oleh air mata. Ketika pandangan mereka bertemu, waktu seakan berhenti. Gadis itu mengangkat tangan, melambai pelan. Senyum kecil terbit di wajahnya, meski masih bercampur dengan tangis.
Lambaian itu dibalas dengan tangan gemetar. Tidak ada kata yang terucap. Tenggorokan terasa terkunci, sama seperti sehari sebelumnya ketika kabar kepindahan itu pertama kali diberitahu. Hanya tatapan dan isyarat tubuh yang bisa disampaikan, meski sebenarnya ada sejuta kata yang ingin dilontarkan.
Ketika lampu lalu lintas kembali hijau, truk perlahan bergerak lagi. Suaranya berat, rodanya menggerus aspal, semakin menjauh di antara lalu lintas kota. Sepeda tetap terhenti di tempat, hanya bisa menatap punggung kendaraan itu hingga hilang dari pandangan.
Rasanya kosong.
Bunga kosmos di tepi jalan kembali bergoyang, kali ini lebih kencang karena hembusan angin sore. Mereka tetap berdiri diam, seolah menjadi saksi setia dari perpisahan itu.Â
Warnanya masih indah, tapi aura kesepian semakin jelas. Sama seperti seorang anak yang berdiri di atas sepeda, merasa sendirian di tengah keramaian jalan.
Senyum gadis itu senyum terakhir yang bercampur dengan tangis akan menjadi kenangan yang sulit terhapus. Senyum yang sederhana, tapi menyimpan makna mendalam. Itu adalah hadiah perpisahan yang akan terus tersimpan di sudut hati.
Sepeda ku kayuh kembali, kali ini dengan kecepatan pelan. Tidak ada lagi yang perlu dikejar. Jalanan kota yang padat ditempuh perlahan, sementara matahari mulai turun ke ufuk barat.Â