Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... welcome my friend

memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Dulu Jepang Pernah Belajar dari Indonesia, Kini Indonesia Harus Belajar dari Jepang

12 Juni 2025   00:09 Diperbarui: 13 Juni 2025   08:11 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Bek Timnas Indonesia Yance Sayuri (tengah) bereaksi di akhir pertandingan kualifikasi Piala Dunia Grup C Asia antara Jepang dan Indonesia di Osaka pada 10 Juni 2025. (Foto: AFP/PAUL MILLER via kompas.com)

Baca Juga: Bagaimana Serial Captain Tsubasa Menginspirasi Sepak Bola Jepang?

Sekolah dan Kampus Jadi Fondasi Pembinaan

Inilah perbedaan paling mencolok antara Jepang dan Indonesia: mereka tidak meninggalkan dunia pendidikan dalam membangun sepak bola. Justru sekolah dan universitas menjadi tulang punggung sistem pembinaan.

All Japan High School Tournament disaksikan banyak penonton di Stadion (X/@gilabola_ina) 
All Japan High School Tournament disaksikan banyak penonton di Stadion (X/@gilabola_ina) 

Turnamen antar-SMA di Jepang ini sangat bergengsi. Beberapa pertandingan bahkan disiarkan langsung di televisi nasional dan disaksikan puluhan ribu penonton. Ini bukan hanya soal popularitas, tapi tentang menciptakan ekosistem persaingan yang sehat sejak dini.

Pemain seperti Keisuke Honda adalah produk sistem ini. Ia gagal masuk akademi Gamba Osaka, tapi bangkit dari sekolah SMA Seiryo. Setelah itu, karier profesionalnya melonjak hingga Eropa.

Di level universitas, pembinaan bahkan lebih serius. Banyak pemain timnas Jepang yang bukan berasal dari akademi klub, melainkan dari jalur kampus. Dua contoh mutakhir adalah Kaoru Mitoma dan Kyogo Furuhashi.

Mitoma, yang kini bersinar di Brighton & Hove Albion, bahkan menolak masuk tim utama Kawasaki Frontale pada usia 19 tahun karena memilih menyelesaikan kuliah di Universitas Tsukuba. Ia belajar soal kepelatihan, gizi olahraga, hingga biomekanika sepak bola. Ia bahkan menulis skripsi tentang teknik menggiring bola.

Mitoma bukan hanya pemain berbakat. Ia ilmuwan sepak bola. Dan ini hanya mungkin terjadi dalam sistem yang menghargai pendidikan dan memberi waktu bagi pemain muda untuk berkembang.

Indonesia: Tertinggal Karena Gagal Menyambung Sistem

Sementara Jepang mengembangkan sistem sepak bolanya dengan mengintegrasikan sekolah, klub, dan pendidikan tinggi, Indonesia justru gagal menjaga warisannya. Galatama, yang dulu menginspirasi Jepang, bubar karena masalah internal: konflik federasi, minimnya pembinaan, dan skandal suap.

Setelah Galatama bergabung dengan Perserikatan pada 1994 dan menjadi Liga Indonesia, profesionalisme yang diharapkan tak pernah benar-benar tumbuh. Banyak klub yang masih belum siap profesional dan mandiri. Pembinaan usia dini sporadis. Kompetisi pelajar dan kampus nyaris mati suri.

Kita kehilangan arah, sementara Jepang melaju.

Kini Kita Berguru Kembali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun