[caption id="attachment_368536" align="aligncenter" width="512" caption="AKBP Dodi Rahmawan di sebuah warung kopi, bercerita tentang kisah paling bersejarah dalam hidupnya."][/caption]
Do not judge a person from what he is doing, because you also have to know the reason why he is did it
[Jangan menghakimi seseorang dari apa yang dia lakukan, karena anda juga harus tahu alasan kenapa dia melakukannya].
Masih ingat peristiwa bom buku Selasa 15 Maret 2011 lalu? Detik-detik peristiwa mengenaskan itu terjadi, sebuah stasion televisi menyiarkannya secara live dari Jalan Utan Kayu, Matraman Jakarta Timur. Tokoh yang disorot kamera waktu itu adalah Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur, Kompol Dodi Rahmawan. Dia mencoba menjinakkan bom buku itu, naas ledakan bom buku telah menghancurkan telapak tangan kirinya.
Hampir 4 tahun kemudian, Rabu (11/2/2015), saya bertemu dengan sosok Dodi Rahmawan pada sebuah warung kopi di Takengon, Aceh. Lelaki asal Jember itu, kini menjabat sebagai Kapolres Aceh Tengah dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Kehadirannya ke warung kopi itu bersama stafnya dalam rangka program Polda Aceh bernama Saweue Keude Kupi (Berkunjung ke Kedai Kopi).
Melihat papan nama di dada kanannya tertulis Dodi Rahmawan, antara percaya dan tidak bahwa sosok itu adalah korban bom buku yang pernah menghiasi laman media massa nasional tahun 2011 lalu. Namun ketika memandang tangan kirinya yang menggunakan tangan palsu, jelas bahwa sosok itu adalah Dodi Rahmawan, mantan Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur.
Bagi seorang warga, ngopi semeja dan ngobrol dengan seorang kapolres merupakan kesempatan istimewa. Hebatnya lagi, sambil menikmati secangkir kopi Gayo, seorang warga bisa bertanya banyak hal, termasuk tentang peristiwa bom buku yang menjadi tonggak sejarah dalam perjalanan hidup seorang AKBP Dodi Rahmawan.
Flashback pasca kejadian itu, media lebih banyak melaporkan tentang apa yang dilihat wartawannya di tempat kejadian perkara (TKP). Hampir tidak ada media yang menulis tentang apa yang dirasakan Dodi Rahmawan saat dan pasca kejadian itu.
Melalui tulisan ini, saya mencoba mengungkapkan apa yang dirasakan Dodi Rahmawan saat bom itu menghancurkan telapak tangannya. Saya juga mencoba menulis tentang motivasi yang mendorongnya bisa bangkit sehingga dapat bertugas kembali sebagai seorang anggota polisi.
Dodi Rahmawan menuturkan, saat itu Selasa 15 Maret 2011 sekitar pukul 12.30 WIB, kapolsek setempat melaporkan tentang adanya paket mencurigakan di Sekretariat JIL Utan Kayu, Jakarta Timur. Sebelum menuju lokasi, Dodi Rahmawan menunaikan shalat dhuhur terlebih dahulu dan berdoa kepada Sang Khalik.
Dengan air wudhu yang masih membalur telapak tangannya, Dodi berusaha membuka paket mencurigakan itu dengan menggunakan pisau cutter. Singkat cerita, paket yang berisi buku itu ternyata didalamnya dipasang sebuah bom. Sekitar pukul 16.00 WIB, bom itu meledak. Akibatnya, telapak tangan kiri Dodi Rahmawan hancur.
[caption id="attachment_368537" align="aligncenter" width="300" caption="Kehilangan organ tubuh bukan halangan bagi AKBP Dodi Rahmawan untuk memimpin langsung pencarian korban tenggelam di Krueng Peusangan."]

Darah mengucur dari telapak tangannya, namun Dodi mengaku berada dalam kondisi sadar. Dia mengambil gasper (sabuk) dan mengikat pangkal lengannya. Sambil menahan rasa sakit, dia terus beristighfar dan mengucapkan salawat.
Orang pertama yang dihubungi Dodi Rahmawan adalah ibunya. Dalam perjalanan ke rumah sakit, dia mendiktekan nomor telepon ibunya. Lalu anggotanya menghubungi ibunya yang tinggal di Jember. Dodi mengabarkan kejadian yang menimpanya. Apa jawaban ibunya? “Ya nggak apa-apa, wis ikhlas.”
Sampai ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dodi masih tetap sadar. Dia malah meminta kepada dokter agar tangannya tidak dipotong sampai siku, cukup dirapikan saja. Dia mendapat perawatan di RSCM selama 4 hari.
Selama masa perawatan di RSCM itu, dia sempat tidak bisa menjawab komentar Ilham, putra keduanya. Ilham berkelakar bahwa bapaknya tidak bisa main games lagi bersamanya. Ada rasa haru dan sedih menyadari bahwa salah satu organ tubuhnya telah hilang. Isterinya bahkan sangat sedih dan sampai menangis saat itu.
Ternyata, kelakar putra keduanya itu yang membangkitkan semangat Dodi. Dia makin menguatkan tekad untuk tidak larut dalam kesedihan. “Abah sudah tidak ada tangan, kalau butuh sesuatu tolong dibantu ya?” kata Dodi kepada putranya. “OK,” jawab putranya.
Tiga hari setelah berada di rumah, Dodi menemukan sesuatu yang luar biasa. Pernah saat membuka halaman koran dengan tangan kiri, ternyata tidak bisa. Akhirnya, anaknya membantu membuka halaman koran tersebut.
Dodi juga sempat kaget ketika menggapai gelas dengan tangan kiri, kok nggak bisa-bisa ya? Kemudian, Ilham, putra keduanya mengatakan: “Kalau nggak bisa, bilang dong.”
Kejadian-kejadian itu yang membuat Dodi makin menegaskan bahwa dia telah kehilangan salah satu organ tubuhnya. Dia ikhlas, ditambah lagi dukungan penuh dari keluarga, maka semangat untuk bangkit makin membara.
Dodi menegaskan, jika orang menganggapnya sebagai orang “kelas dua” karena organ tubuh tidak lengkap, “saya harus terima,” katanya. Itu kenyataan yang harus dihadapi.
Hari ke-14 setelah keluar dari RSCM, Dodi mendapat “penghargaan tertinggi.” Dia dipanggil menghadap Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Dalam pertemuan singkat itu, Jenderal Timur Pradopo menegaskan: “Tidak ada yang menyalahkan kamu.” Kemudian, Kapolri memberi semangat kepada Dodi untuk tetap berkarir di dinas kepolisian. Wujud semangat itu, Kapolri memberi contoh beberapa pemimpin yang tangannya cacat tetapi tetap bisa berbuat yang terbaik.
Menurut lulusan Akpol 1995 itu, peristiwa bom buku itu adalah pintu hidayah bagi dirinya. Kejadian itu makin meneguhkan keimanannya kepada Sang Khalik. Tangan kiri itu adalah milik-Nya, dan kini telah kembali kepada Sang Pemilik. Hanya ada satu hal yang menjadi penyesalannya, Dodi belum bisa berbuat banyak kebaikan dengan tangan kiri itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI