Mohon tunggu...
Muhammad Sulthan
Muhammad Sulthan Mohon Tunggu... Politisi - Founder Klinik Politik Indonesia dan Wasekjend PB HMI 2021-2023

Belajar, Bergerak, Berkarya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Membaca Arah Peta Koalisi Pilkada Jakarta 2024

28 April 2024   17:22 Diperbarui: 30 April 2024   13:49 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jajaran tokoh yang masuk dalam bursa calon gubernur DKI Jakarta, (kiri-kanan) Ahmad Sahroni, Ahmed Zaki, Ahmad Reza Patria, Tri Rismaharini, Heru Budi, dan Ridwan Kamil. Pilkada Jakarta menurut rencana akan digelar pada November 2024. REPRO TIM MEDSOS KOMPAS/SHEREN LIDYA

Pilpres telah berlalu, pilkada serentak menanti di depan mata. Pemilu serentak tahun 2024 ini merupakan pemilu yang dilaksanakan dengan upaya meminimalisir adanya konflik politik di daerah tiap tahunnya-karena dahulu hampir setiap tahun ada pemilihan umum, baik nasional maupun daerah. 

Hal ini diatur pada UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dilatarbelakangi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 14/PUU-XI/2013 tertanggal 23 Januari 2014 yang menyatakan bahwa pelaksanaan pilpres dan pemilihan anggota legislatif yang tidak serentak, tidak sejalan dengan prinsip konstitusi yang menghendaki adanya efisiensi dalam penyelenggaraan kekuaasan dan hak warga negara untuk memilih secara cerdas.

Pemilukada Jakarta secara langsung dipilih rakyat dilaksanakan sejak tahun 2007 dengan Calon Gubernur dan Wakil Gubernurnya saat itu adalah Pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar berhadapan dengan Pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto. 

Saat itu Pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto diusung oleh seluruh partai politik, kecuali PKS yang mengusung Pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar. Pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto keluar sebagai pemenang dengan 57,87% atau 2.109.511 suara sah dan Pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar 42,13% atau 1.535.555 suara sah.

Kemudian untuk Pilkada berikutnya di tahun 2012, menjadi pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dengan kontestan terbanyak sejak dimulainya pilkada langsung 2007.


Terdapat 6 (enam) kontestan pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2012, antara lain; Pasangan nomor urut (1) Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli diusung oleh Demokrat, PAN, Hanura, PKB, PBB, PKNU, dan PMB, Pasangan Nomor urut (2) Hendradji Soepandji - Ahmad Riza Patria dari Independen, Pasangan Nomor (3) Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama yang diusung oleh PDI-P dan Gerindra, Pasangan Nomor urut (4) Hidayat Nur Wahid - Didik J. Rachbini di usung oleh PKS, Pasangan Nomor urut (5) Faisal Batubara - Biem Triani Benjamin dari Independen, terakhir Pasangan Nomor urut (6) Alex Noerdin - Nono Sampono diusung oleh Golkar, PPP, PDS, PP, PKPB, RepublikaN, PPIB, Partai Buruh, PPNUI, PNI Marhaenisme.

Pilkada Jakarta 2012 berlangsung dua putaran, dalam putaran pertama dimenangkan oleh pasangan Jokowi-Basuki dengan 42,60% atau 1.847.157 suara sah, kemudian diikuti oleh pasangan Foke-Nara dengan 34,05% atau 1.476.648 suara sah, peringkat ketiga Hidayat-Didik dengan 11,72% atau 508.113 suara sah, keempat adalah Faisal-Biem dengan 4,98% atau 215.935 suara sah, peringkat kelima dan keenam yakni; Pasangan Alex-Nono dengan 4,67% atau 202.643 suara sah dan Hendardji-Ariza dengan 1,98% atau 85.990 suara sah. Oleh karena itu yang dapat melaju ke putaran kedua adalah Pasangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama dan Pasangan Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli.

Dalam Putaran kedua, hampir semua partai politik yang kalah pada putaran pertama merapat ke pasangan Foke-Nara, seperti PKS, Golkar dan PPP. Sedangkan pasangan Jokowi-Ahok tetap hanya PDI-P dan Gerindra, tanpa ada parpol yang merapat. 

Kemudian hasil rekapitulasi KPUD DKI Jakarta menunjukkan bahwa Jokowi-Ahok mendapatkan 2.472.130 (53,82%) suara dan Foke-Nara meraih suara sejumlah 2.120.815 atau 46,18%. Sehingga Pilkada 2017 melahirkan pemimpin baru untuk masa bakti 2012-2017 yaitu Pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Kemudian menuju Pilkada 2017, lahir sebuah peraturan yang menjadi syarat bagi partai politik atau gabungan partai politik yang mendaftarkan pasangan bakal calon dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta sesuai dengan Keputusan KPU Provinsi DKI Jakarta Nomor 04/KPTS/KPU-Prov-010/Tahun 2016, yaitu jumlah paling sedikit perolehan kursi partai politik atau gabungan partai politik di DPRD Provinsi DKI Jakarta Hasil Pemilihan Umum Anggota DPRD DKI Jakarta Tahun 2014 sebanyak 22 kursi atau sekitar 1.134.307 suara.

Pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, muncul 3 (tiga) pasangan calon gubernur dan wakil gubernur untuk masa jabatan 2017-2022, antara lain; Agus Harimurti Yudhoyono berpasangan dengan Sylviana Murni yang diusung oleh Partai Demokrat, PPP, PKB, dan PAN, dengan gabungan partai politik pengusung berjumlah 28 kursi. 

Kemudian Calon Pertahana yakni Basuki Tjahaja Purnama dengan Djarot Saiful Hidayat yang memperoleh 52 kursi dari gabungan partai politik pengusung; PDI-P, Golkar, Hanura, dan Nasdem. Terakhir yakni Pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno dengan mendapatkan 26 kursi dari gabungan Partai Gerindra dan PKS.

Pilkada 2017 berlangsung dua putaran, dinamika politik tingkat lokal mempunyai dampak secara nasional. Sehingga sangat berpengaruh terhadap sikap dan karakter partai politik dalam menyukseskan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. 

Pada putaran pertama, pasangan Ahok-Djarot memperoleh 42,99% atau 2.364.577 pemilih; menempati posisi pertama dan diposisi kedua adalah Anies-Sandi mendapatkan 2.197.333 pemilih atau 39,95%, kemudian pasangan Agus-Sylvi yang tidak mempunyai kesempatan masuk dalam putaran kedua, mendapatkan 17,06% atau diangkakan jumlah pemilihnya 937.955 suara sah.

Kemudian dalam putaran kedua Ahok-Djarot kembali mendapatkan suntikan dukungan dari PKB dan PPP yang sebelumnya mendukung Agus-Sylvi, serta PAN mendukung Anies-Sandi di Putaran Kedua.

Putaran kedua menjadi kemenangan Pasangan Calon Gubernur Anies Baswedan dan Calon Wakil Gubernur Sandiaga Salahuddin Uno yang berhasil meraih 3.240.987 pemilih atau 57,96% dan mengistirahatkan masa jabatan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dan Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat, dimana pasangan yang diusung oleh PDI-P, Golkar, Nasdem dan Hanura hanya mendapatkan 42,04% atau 2.350.366 pemilih. 

Usai ditunjuk oleh Prabowo Subianto untuk menjadi Cawapres dalam Pilpres 2019, Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, yang kemudian digantikan oleh Ahmad Riza Patria, pada April 2020.

Setelah hadirnya Pilkada serentak yang diselenggarakan berdekatan waktunya dengan Pemilu, maka pada tahun 2022; Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria berakhir masa jabatannya yang digantikan oleh Pejabat Gubernur Heru Budi Hartono untuk melanjutkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sampai Pilkada tahun 2024. Lantas bagaimana Arah Peta Koalisi Pilkada Jakarta 2024 mendatang?

Populisme Figur 

Pasca kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat 2016, populisme menjalar ke pelbagai negara-negara demokrasi di dunia, tentu hal itu tidak merupakan awal hadirnya populisme di Indonesia, namun tingkat popularitas mulai dianggap penting-ketika pemilihan secara langsung dilaksanakan. Semakin banyak orang mengenal, semakin mempunyai potensi untuk disukai dan dipilih. 

Paul A. Taggart memandang bahwa populisme sebagai konsep yang mengalami "Cinderella Complex" atau konsep yang ambigu, elusif, tumpeng tindih. Kompleksitas populisme tersebut disebabkan kurangnya upaya konseptualisasi ide dan cenderung lebih banyak memahami dari lensa komparatif atas kasus-kasus global dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

Sementara, menurut Vedi Hadiz dan Richard Robinson, pendekatan ini tidak hanya mempunyai fokus pada moda organisasi dan strategi gerakan politik populis, termasuk kemapanan institusi perwakilan yang dihadapinya, tetapi juga aksentuasi pada basis sosial dan material dari populisme terkait konflik atas kekuasaan dan sumber daya pada konteks historis tertentu. 

Lebih jauh, kerangka strukturalis ini menginterpretasikan populisme sebagai ekspresi politik yang merepresentasikan koalisi antar-kelas asimetris yang berisi like-minded people dengan artikulasi kepentingan kolektif.

Konsekuensi logis terbentuknya koalisi dalam pemilihan langsung adalah berangkat dari cara pandang ideologis, kepentingan golongan dan struktur masyarakat yang ada saat ini. 

Biasanya figur yang dinilai mampu menghadirkan rasa suka, senang dan kagum kerap memperoleh atensi dari masyarakat-hal itu kemudian menjadi pertimbangan elit politik mengusung pasangan calon kepala eksekutif. Namun tidak sedikit pula politisi atau kelompok pendukung figur justru menghadirkan sentimen terhadap kelompok tertentu yang dinilai mengancam kepentingannya.

Oleh karenanya Vedi Hadiz menyatakan bahwa mobilisasi populis mungkin akan efektif bila didasarkan pada nasionalis sentimen, solidaritas etnis atau identitas agama, atau kombinasi yang berbeda dari semuanya. 

Dengan latar belakang seperti itu, dan dalam arti yang mendasar, kebangkitan teknologi saat ini Politik populis dapat dilihat sebagai sebuah gejala tekanan sosial yang luas dan mendalam di seluruh masyarakat yang berkembang dalam periode pasca-liberal dan pasca-sosialis.

Dalam kaitan Pilkada Jakarta 2024, tentunya beragam nama saat ini menjadi sorotan para petinggi partai politik untuk kemudian diusung berlaga merebutkan puncak tertinggi kekuasaan di tingkat Provinsi DKI Jakarta.

Muncul beberapa nama seperti Ridwan Kamil, Ahmad Sahroni dan Anies Baswedan; yang erat kaitannya dengan faktor populisme di masyarakat Jakarta. Secara personal, mereka dianggap mempunyai tingkat keterkenalan yang tinggi, jelang Pilkada Jakarta berlangsung pada November mendatang.

Faktor ini dianggap mampu merekatkan gabungan partai politik untuk mengusung figur yang akan memimpin Jakarta selama 5 (lima) tahun kedepan, sedangkan terdapat faktor yang merupakan inti daripada pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, yakni tiket partai politik pengusung. Karena hal ini adalah syarat administratif yang berpengaruh terhadap mobilitas serta pengaruhnya terhadap Potential Voters.

Peta Perolehan Kursi DPRD Tahun 2024

Bahwa jika merujuk pada Pasal 40 ayat (1) UU nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyarakat perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Maka setidaknya masing-masing pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, tidaknya mendapat 22 kursi dari 106 kursi DPRD Provinsi DKI Jakarta. Pada Pileg DPRD DKI Jakarta tahun 2024, PKS menempati posisi pertama dengan memperoleh 18 kursi, diikuti oleh PDI Perjuangan dengan 15 kursi, kemudian di peringkat ketiga Partai Gerindra dengan 14 kursi. Keempat ditempati oleh Partai Nasdem dengan 11 kursi. 

Sedangkan PKB, Partai Golkar, PAN masing-masing memperoleh 10 kursi. Partai Demokrat dan PSI juga mempunyai jumlah kursi yang sama 8 kursi. Kemudian PPP dan pendatang baru Perindo mendapatkan 1 kursi DPRD DKI Jakarta.

Tentunya tiap-tiap partai politik saat ini sedang memantau siapa-siapa saja figur yang akan dicalonkan dalam Pilkada Jakarta mendatang, sampai akhir April masih sulit untuk ditebak siapa saja partai politik yang akan berkoalisi. 

Partai Golkar membuka peluang untuk lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada Jakarta mendatang, begitupun PKS yang juga bersepakat melanjutkan Koalisi Perubahan untuk merebut Jakarta. 

Sedangkan PDI Perjuangan tentunya dengan situasi politik yang tidak berpihak pada partai banteng tersebut, harus ikut berkoalisi dengan partai politik lainnya-diluar koalisi pilpres 2024.

Memprakirakan Koalisi Pilkada Jakarta

Kemungkinan besar "Perahu Perubahan" akan kembali bersama untuk mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Jakarta 2024, sinyal itu sudah diperkuat dengan pernyataan Ketua DPW PKS DKI Jakarta Khoirudin yang mengatakan PKS, Nasdem dan PKB bersepakat untuk berkoalisi di Pilkada Jakarta 2024. Artinya pasangan calon yang diusung oleh gabungan partai tersebut, telah mengantongi 39 kursi DPRD DKI Jakarta atau sekitar 37% dari seluruh total kursi.

Sedangkan jika Koalisi Indonesia Maju (KIM) benar-benar dalam satu perahu untuk mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta, maka hampir dipastikan PDI-P kehilangan peran untuk menjadi pimpinan koalisi di Pilkada Jakarta 2024. Karena jumlah kursi gabungan partai politik, yang terdiri atas Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN dan PSI berjumlah 51 kursi atau 48%. Karena jika melihat sisa kursi yang ada yakni PPP dan Perindo, masih belum memenuhi ambang batas persyaratan mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

Namun demikian, dalam konteks pilgub tentunya apapun bisa terjadi, karena eratnya koalisi tergantung dari seorang figur pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, karena salah satu pendekatan yang paling berpengaruh saat ini dapat disebut 'yang diskursif', yang memandang populisme sebagai cara mengartikulasikan 'sosial, politik atau konten ideologis yang menyatukan beragam tuntutan politik. 

Oleh karenanya, figur yang hadir adalah orang yang mempunyai personifikasi terhadap gabungan kepentingan antar partai politik, tidak berupaya untuk membenturkan antar kepentingan-mampu mengakomodasi seluruh elemen kepentingan di dalamnya.

Menurut Cas Mudde, pola strategi politik populisme kontemporer menggunakan "logika media (Media Logics)" yang menegaskan aspek personalisasi, emosionalisasi dan sifat anti-kemapanan dalam memenangkan dukungan konstituen. Kemudian juga menggunakan konsep penyesuaian elit/Elite Adjusment dan pragmatisme politik, artinya bergantung pada variabel kepentingan yang bermunculan untuk merebut posisi gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Setiap partai politik akan melihat dan menilai setiap figur yang mempunyai kapasitas tidak hanya mampu mengelola pemerintahan, tapi juga memiliki kemampuan untuk mendistribusikan kekuasaan.

Seorang figur dianggap mampu merepresentasikan komunitas terbesar di Jakarta, serta mampu pula mengartikulasikan kepentingan-kepentingan yang ada. Bahwa suku Betawi adalah etnis yang mempunyai darah asli atau pribumi di Jakarta, namun sejak menjadi kota metropolitan-Kepemimpinan di Jakarta tidak selalu harus dipimpin oleh orang bersuku Betawi. 

Oleh karenanya strategi politik populisme kontemporer, para figur yang hendak maju sebagai Calon Gubernur; perlu memandang penyesuaian terhadap elit-elit yang ada untuk kemudian memperoleh resources politik yang cukup untuk maju dalam kontestasi Pilkada Jakarta. 

Dalam 10 tahun terakhir, pilkada Jakarta erat kaitannya dengan politik identitas yang menjadi komoditas politik populisme, tidak menutup kemungkinan faktor "identitas" adalah sesuatu yang dipandang oleh para elit politik nasional.

Karena faktor "identitas" menjadi salah satu nilai jual individu yang menavigasi kekuatan spektrum politik yang ada saat ini, lahirnya sosok Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil merupakan para politisi yang berangkat dari strategi politik populis yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan para elit politik nasional-dalam artian pasar menginginkan hadirnya orang-orang tersebut karena mempunyai karakter kepemimpinan yang kuat dan selaras dengan pemahaman politik masyarakat terhadap sosok pemimpin.

Wajar apabila PKS, PKB dan Nasdem akan membersamai kembali di Pilkada Jakarta, secara elektoral ketiga partai tersebut sangat diuntungkan dalam pencalonan Anies Baswedan di Pilpres 2024, karena mempunyai dampak terhadap meningkatnya jumlah kursi ketiga partai tersebut. 

Meskipun harus kalah tipis dengan Prabowo Subianto di Jakarta. Tetapi semuanya masih mempunyai kemungkinan, terkadang ada beberapa partai politik yang memiliki ego ideologis untuk mengusung kader dari partainya-terdapat pula partai politik, tidak begitu memandang kadernya untuk maju dalam kontestasi Pilkada. 

Semuanya masih memungkinkan terjadi, Gerindra sebagai "Partai Presiden" ingin mempunyai calon gubernur yang berasal dari kader internalnya sendiri. Bahwa peta koalisi pilkada dki akan sejalan dengan figur yang akan diusung oleh masing-masing partai politik, namun setiap parpol tidak mempunyai tiket "bypass" langsung mencalonkan Gubernur dan Waki Gubernur.

Anything can happens, PKB dahulu telah membersamai Prabowo, akhirnya bersama Anies. Demokrat dahulu sudah bersama dengan Anies, akhirnya berpaling ke Prabowo. 

Kekuatan masing-masing partai politik cenderung berimbang untuk Pilkada besok, karena tidak ada yang sangat mendominasi dari segi jumlah kursi.

Sekiranya hanya PPP dan Perindo yang bersiap untuk ikut pada salah satu koalisi yang sudah terbentuk, kecuali dapat memunculkan figur yang mampu mengakomodasi setiap kepentingan---meski sulit terjadi.

Sumber Literatur:

Hadiz, V. R., & Chryssogelos, A. (2017). Populism in World Politics: A Comparative Cross-Regional Perspective. International Political Review, 399-411.

Indonesia, W. (2021, September 13). Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2007. Retrieved from id.wikipedia.org:  

Indonesia, W. (2023, Desember 12). Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012. Retrieved from id.wikipedia.org:  

Indonesia, W. (2024, April 22). Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2017. Retrieved from id.wikipedia.org:  

Margiansyah, D. (2019). POPULISME DI INDONESIA KONTEMPORER: TRANSFORMASI PERSAINGAN POPULISME DAN KONSEKUENSINYA DALAM DINAMIKA KONTESTASI POLITIK MENJELANG PEMILU 2019. Jurnal Penilitan Politik LIPI, 47-68.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun