Terus, kenapa penulis menyebut kalau orang yang bunuh diri itu kurang plesir. Coba deh, jangan dianggap remeh plesir. Salah satu contohnya saja dengan melihat alam, lebih dekat Pohon.Â
Coba kita amati pohon aja yang enggak ngapai-ngapain aja membawa manfaat yang banyak. Dan pohon tidak ada kamus atau istilah bunuh diri. Padahal, pohon itu bukanlah makhluk yang sempurna.Â
Mengapa bisa demikian? Karena pohon itu bersyukur dan tahu akan takdir-Nya yang digariskan untuknya. Ia tahu kalau ia tidak mampu berpikir, menolong manusia untuk membayar utang, membantu orang yang pincang di jalan, dsb.Â
Ia hanya bersyukur dan berfokus pada takdirnya, yaitu memberikan oksigen dan manfaat lain bagi manusia.Â
Sebenarnya, Pohon yang kali saya maksudkan adalah tumbuhan ya. Coba kita amati, kita kalah enggak ada tumbuhan apa bisa hidup? Ya enggaklah. Kita sarapan, makan siang, dan makan malam itu kalau bukan dari Pohon apa bisa? Tentu tidak.Â
Lantas, apa yang terjadi bila Pohon yang terakhir ditebang? Manusia pasti bakalan mati. Kadang manusia koar-koar untuk dunia yang lebih baik. Nyatanya yang dilakukan sebaliknya, malah merusak dunia.Â
Oke kembali lagi ke pernyataan di agas, Pohon yang enggak ngapai-ngapain aja masih bisa memberikan manfaat yang besar. Sudah seharusnya manusia yang merupakan makhluk ciptaan-Nya yang sempurna, harus membawa manfaat yang lebih besar ketimbang Pohon.Â
Lantas, bagaimana cara agar menjadi manusia yang bermanfaat. Rasulullah bersabda yang maknanya adalah sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain.Â
Mungkin di dunia kita mengalami banyak kegagalan. Namun, tidak lantas itu menjadi alasan untuk lari dari kenyataan dan bunuh diri. Terkadang, orang yang gagal itu bisa menginspirasi generasi masa depan agar tidak jatuh ke dalam kegagalan yang sama.Â
Tidak perlu repot dengan pemikiran orang yang meremehkan kegagalan kita. Tetap enjoy dan percaya kalau kita punya garis takdir masing-masing.
by: M. Saiful Kalam