Kebutuhan akan literasi digital kini tidak lagi sebatas kebutuhan kelompok terpelajar di perkotaan. Di tengah derasnya arus informasi digital, masyarakat pedesaan juga menjadi sasaran penyebaran berita palsu atau hoaks, terutama melalui platform media sosial seperti WhatsApp dan Facebook.
Sayangnya, banyak masyarakat desa yang belum terbiasa melakukan verifikasi informasi. Ini diperparah dengan munculnya video palsu yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI), yang tampak sangat meyakinkan dan sulit dibedakan dari video nyata.
Literasi digital bukan hanya soal mengajari masyarakat cara menggunakan teknologi, tetapi lebih dari itu: membekali mereka kemampuan berpikir kritis, menyaring informasi, dan bijak saat membagikannya. Desa bisa menjadi garda terdepan dalam melawan disinformasi jika diberi ruang untuk belajar dan beradaptasi.
Langkah seperti sosialisasi literasi digital, pelatihan mengenali hoaks, dan edukasi tentang ancaman AI deepfake harus menjadi prioritas. Dengan begitu, masyarakat desa tidak hanya jadi pengguna teknologi, tetapi juga penjaga integritas informasi di era digital.
Hoaks AI di Media Sosial: Tantangan Baru Literasi Digital Warga Desa
Di era di mana semua orang bisa membuat konten, siapa pun bisa menjadi korban misinformasi. Kini, ancaman tidak lagi datang hanya dari tulisan atau foto palsu, tetapi dari video yang tampak sangat nyata padahal sepenuhnya hasil rekayasa AI.
Fenomena video deepfake yang menyebarkan hoaks sangat berbahaya, terutama bagi warga desa yang belum terbiasa menganalisis konten digital secara kritis. Banyak warga yang akhirnya mempercayai video tersebut karena tampak otentik, dan menyebarkannya tanpa verifikasi.
Inilah mengapa literasi digital perlu menjangkau desa-desa. Sosialisasi, edukasi publik, dan pelatihan dasar verifikasi konten harus dilakukan secara rutin. Masyarakat harus diajak untuk skeptis terhadap informasi yang beredar di media sosial dan dibekali alat serta kemampuan untuk mengeceknya.
Jika tidak, desa akan terus menjadi ladang subur bagi hoaks bukan karena masyarakatnya tidak cerdas, tetapi karena mereka belum cukup dipersenjatai dengan literasi digital yang memadai.
Dari Desa, Kita Bangun Tembok Pertahanan Digital
Menghadapi banjir informasi palsu di era digital, membangun pertahanan bukan hanya urusan kementerian atau kota besar. Justru desa-desa perlu menjadi benteng awal dalam menangkal disinformasi.
Kegiatan sosialisasi literasi digital yang kami selenggarakan di Desa Kalen adalah contoh kecil dari upaya besar yang bisa dilakukan secara lokal. Dengan memberikan edukasi kepada warga usia 40 tahun ke atas, kami ingin menunjukkan bahwa literasi digital bukan milik generasi muda saja, melainkan tanggung jawab semua usia.
Warga perlu tahu bahwa kini ada teknologi AI yang bisa membuat video seolah nyata. Mereka juga harus tahu cara mengecek fakta, cara bersikap kritis terhadap pesan yang diterima, dan tidak serta-merta menyebarkan informasi yang belum jelas.
Dengan memberdayakan desa, kita membangun ketahanan digital bangsa dari akar rumput. Karena masyarakat yang literat bukan hanya tidak mudah tertipu, tetapi juga mampu menjadi agen penyaring kebenaran di lingkungannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI