Mohon tunggu...
Muhammad Kifah
Muhammad Kifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Hobi Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Identitas Nasional: Tradisi Bajapuik

13 November 2022   19:54 Diperbarui: 13 November 2022   20:02 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Halo sahabat, pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang identitas nasional.  Apakah kalian tau apa itu identitas nasional?. Untuk lebih mengerti dan memahami tentang identitas nasional, mari kita bahas!

Secara istilah identitas adalah sesuatu yang melekat pada seseorang atau kelompok, seperti ciri-ciri dan tanda. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Identitas Nasional adalah identitas yang melekat pada kelompok orang yang memiliki kesamaan budaya, adat, agama, cita-cita, dan tujuan. Dalam pengertian lain Identitas Nasional adalah jati diri nasional yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lainnya. Identitas nasional Indonesia terdapat dalam konteks bernegara, seperti Pancasila, bendera Merah Putih, bahasa Indonesia, dan UUD(Undang-undang Dasar) 1945.

Fungsi dari identitas nasioanal ini adalah sebagai pembeda dari negara lain, sebagai alat pemersatu bangsa, dan sebagai landasan negara. Identitas nasional memiliki banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah:
-Faktor Alam
Indonesia adalah negara kepulauan beriklim tropis yang berpengaruh terhadap ekonomi, sosial, dan budaya. Ini merupakan dampak geografi, ekologis, dan demografis wilayah Indonesia atau faktor alam.
-Faktor Kondisi
Maksudnya adalah peristiwa yang mempengaruhi identitas nasional, seperti sejarah, politik, sosial, dan budaya.
-Faktor Sakral
Ini merupakan ideologi dan keyakinan yang diterima di masyarakat, seperti agama dan Pancasila.
-Faktor Pendorong
Dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan prestasi yang diraih.
-Faktor lainnya

Penjelasan di atas adalah penjelasan singkat mengenai apa itu identitas nasional. Selanjutnya kita akan membahas salah satu dari identitas nasional tersebut.
Indonesia merupakan wilayah yang sangat luas. 

Di dalamnya terdiri dari berbagai suku, adat, kebudayaan, etnis, kepercayaan, dan lain sebagainya. Ini menjadikan Indonesia memiliki keberagaman yang sangat banyak dari masing-masing daerah. Pada kesempatan ini kita akan membahas satu diantara banyaknya keberagaman yang ada di Indonesia, yaitu Tradisi Bajapuik.

Salah satu tradisi pernikahan yang masih dipertahankan di Indonesia adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Pariaman, yaitu tradisi "bajapuik" atau yang biasa disebut dengan uang jemputan . Tradisi ini memiliki keunikan tersendiri dan berbeda dengan pernikahan yang ada di daerah lain.

Dalam tradisi jawa, biasanya pihal laki-laki akan menyediakan uang mahar untuk istri, menanggung biaya pernikahan atau resepsi pernikahan. Berbeda dengan yang dilakukan masyarakat Minangkabau khususnya Pariaman, pihak perempuan harus menyediakan sejumlah uang untuk pihak laki-laki sebelum pernikahan dilangsungkan, uang yang diberikan inilah yang disebut dengan "uang bajapuik".

Bajapuik berasal dari kata japuik yang berarti jemput. Secara istilah Bajapuik adalah tradisi pernikahan yang berasal dari Kabupaten Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Bajapuik dinilai sebagai sebuah kewajiban pihak keluarga perempuan memberi sejumlah uang atau benda kepada pihak laki-laki sebelum akad nikah dilangsungkan atau bahasa kasarnya pihak perempuan membeli laki-laki(calon suami).

Minangkabau menganut sistem matrilineal dan adat setelah menikahnya adalah matrilokal, yaitu ikut tinggal di rumah perempuan.
Menurut pandangan masyarakat Pariaman, seorang suami akan menjadi urang sumando atau pendatang di rumah istrinya. Oleh karena itu seorang calon suami mendapat pitih japuik atau uang jemputan dari istrinya sebelum menikah.

Uang jemputan dulunya bisa berupa emas,perak, dan uang. Dengan berkembangnya zaman, masyarakat sekarang hanya menggunakan uang ketika memberikan uang jemputan. Tidak lagi menggunakan emas dan perak.

Uang jemputan ditentukan oleh pihak laki-laki. Penentuan ini dilakukan setelah pihak laki-laki melamar pihak wanita. Selain menentukan berapa jumlah uang jemputan yang akan diberikan, pihak laki-laki juga menentukan kapan batas waktu uang tersebut akan diberikan. Dan semua keputusan ini tergantung dari kesepakatan yang disepakati dari kedua belah pihak.

Nilai pitih japuik juga berbeda-beda, ini disesuaikan dengan status sosial calon suami. Semakin tinggi status sosial calon suami dan keluarga, maka pitih japuik akan tinggi juga. Apalagi jika calon suami adalah keturunan bangsawan atau memiliki gelar adat seperti, sidi, bagindo, atau sutan. Kini dengan berkembangnya zaman, nilai pitih japuik ditentukan dari tingkat pendidikan, pekerjaan, dan jabatan atau gelar.

Tradisi ini dilaksanakan jika pihak laki-laki merupakan orang Pariaman. Sebagian masyarakat Pariaman memegang teguh tradisi ini, sehingga mewajibkan semua masyarakat yang ingin menikah harus melaksanakannya. Di pihak wanita bisa jadi keberatan dengan jumlah uang jemputan yang ditetapkan yang menyebabkan pihak wanita harus bersusah payah mempersiapkan uang jemputan. Dan di pihak laki-laki, jika tradisi ini tidak dilakukan akan membuat harga dirinya jatuh.

Dalam adat Pariaman, memang tidak ada sanksi tertulis yang ditetapkan apabila tradisi ini tidak dilaksanakan ketika pernikahan. Akan tetapi terdapat sanksi moral yang lebih berat. Pasangan yang menikah tanpa pitih japuik akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat, bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Tradisi ini sebenarnya dinilai kontroversial karena memberatkan dan merugikan pihak wanita dan menguntungkan pihak laki-laki.

Perlu kita pahami bahwa tradisi pitih japuik ini tidak sama dengan mahar. Karena pemberiannya sebelum pernikahan dilangsungkan. Sedangkan mahar diberikan kerika akad nikah dari laki-laki kepada wanita.

Mempelai laki-laki tetap memberikan mahar kepada wanita karena itu adalah salah satu syarat pernikahan. Selain itu ketika terjadi acara berkunjung ke rumah mertua pihak wanita, pihak laki-laki mengembalikan uang tersebut dalam bentuk barang yang biasanya nilainya lebih dari pitih japuik, seperti berbagai perhiasan.

Kemudian tradisi ini sah-sah saja untuk dilakukan. Karena tergantung dari kesepakatan kedua keluarga, bahkan jika kedua keluarga menetapkan tidak ada uang jemputan itu juga tidak menjadi masalah karena kembali lagi sesuai kepustusan yag telah disepakati

Tradisi ini sebenarnya terinspirasi dari kisah pernikahan Rasulullah dan Siti Khadijah. Pada saat itu, Siti Khadijah memberikan sejumlah uang kepada Rasulullah untuk mengangkat derajat beliau dan menghormatinya.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa tradisi ini tidak bermaksud merendahkan laki-laki karena dianggap membeli seseorang. Melainkan untuk mengangkat dan memuliakan derajat mempelai laki-laki. Maksudnya pihak wanita menghargai keluarga pihak laki-laki yang telah melahirkan, merawat, dan mendidik sang lelaki sampai seperti sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun