Jika bola adalah bahasa universal, maka suporter Indonesia adalah puisinya, yaitu ramai, jenaka, dan penuh makna. Dari stadion ke jagat digital, tawa kita adalah diplomasi yang paling manusiawi.Â
Langkah kesepuluh, ritual doa lintas iman. Setiap jelang laga, bayangkan umat berdoa di rumah masing-masing, dari mushola sampai gereja, dari pura hingga vihara, dengan niat sama: agar Timnas bermain jujur, berani, dan membanggakan. Di sinilah politik olahraga menemukan maknanya, bola jadi pemersatu bangsa.
Langkah kesebelas, arsip digital euforia. Buat laman resmi "Museum Digital Garuda" berisi momen-momen lucu, viral, dan heroik selama Piala Dunia. Kelak, anak cucu kita bisa belajar bahwa nasionalisme tidak harus marah-marah, tapi bisa lewat tawa, cinta, dan kreativitas.
Dan terakhir, langkah paling penting adalah tetap waras dalam cinta. Suporter sejati tahu, mencintai Timnas bukan soal menang-kalah, tapi tentang menjadi bagian dari perjalanan bangsa menuju kematangan. Kalau Indonesia benar-benar lolos ke Piala Dunia 2026, maka suporter kita harus siap bukan hanya berteriak di stadion, tapi juga tertawa bersama sejarah. Karena kadang, cinta paling dalam pada sepak bola justru lahir dari kegembiraan yang paling tulus, dan sedikit kelucuan yang tak pernah basi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI