Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Nonaktif Anggota DPR, Istilah Politik yang Menyesatkan Demokrasi?

1 September 2025   23:08 Diperbarui: 1 September 2025   23:08 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena "penonaktifan" sejumlah anggota DPR yang diumumkan oleh partai politik pada awal akhir Agustus 2025 membuka ruang diskusi yang hangat di publik. Istilah ini menjadi sorotan karena menimbulkan tafsir hukum yang tidak tunggal, khususnya terkait keabsahannya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Dalam perspektif hukum tata negara, tidak dikenal istilah nonaktif bagi anggota DPR. Istilah tersebut tidak ditemukan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). UU tersebut hanya mengenal mekanisme pemberhentian antar waktu atau yang lazim disebut Penggantian Antar Waktu (PAW).

PAW sendiri merupakan terjemahan dari sistem recalling, yaitu mekanisme yang memberikan hak kepada partai politik untuk memberhentikan anggotanya di parlemen jika dianggap tidak lagi memenuhi kualifikasi atau menyalahi garis kebijakan partai. Mekanisme ini adalah satu-satunya jalan hukum untuk mengganti anggota DPR sebelum masa jabatannya berakhir.

Dengan demikian, status "nonaktif" yang disematkan oleh partai politik kepada kadernya yang duduk di DPR, sesungguhnya adalah langkah politik, bukan langkah hukum. Sebab, sepanjang belum ada keputusan PAW yang ditetapkan oleh Presiden melalui perantara surat dari KPU dan pimpinan DPR, maka status hukum anggota dewan tersebut tetap aktif.

Kebingungan publik kemudian muncul karena istilah nonaktif diasosiasikan dengan hilangnya seluruh hak dan kewenangan anggota DPR. Padahal, meskipun tidak menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran untuk sementara, hak administratif mereka seperti gaji, tunjangan, serta hak politik tetap melekat hingga ada keputusan PAW.

Demokrasi tidak bisa ditopang oleh istilah politik yang kabur. Jika anggota DPR melukai hati rakyat, mekanisme sah adalah PAW, bukan sekadar label nonaktif. Kepastian hukum adalah pilar kepercayaan publik.

Dengan kata lain, nonaktif hanyalah bentuk pemberhentian sementara dari sisi fungsi politik praktis, bukan dari sisi kedudukan hukum. Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir, yang menjadi sorotan publik, masih sah secara hukum sebagai anggota DPR aktif.

Langkah partai menonaktifkan anggotanya dapat dipahami sebagai bentuk damage control atas tekanan publik. Setelah gelombang kemarahan masyarakat terhadap pernyataan dan sikap sejumlah wakil rakyat, partai perlu menunjukkan tindakan cepat. Namun, langkah ini tidak otomatis meniadakan status keanggotaan di parlemen.

Hal ini berbeda dengan pemberhentian sementara yang dikenal dalam sistem kepegawaian atau jabatan eksekutif. Seorang menteri, kepala daerah, atau pejabat publik lain bisa dinonaktifkan sementara oleh presiden atau menteri dalam negeri saat tersangkut kasus hukum. Tetapi DPR memiliki aturan yang berbeda karena keberadaan anggotanya ditentukan oleh hasil pemilu dan UU MD3.

Perlu ditegaskan bahwa konstitusi dan undang-undang menempatkan anggota DPR sebagai representasi rakyat, meskipun mereka diusung partai. Karena itu, mekanisme penggantian tidak bisa semata-mata menggunakan keputusan internal partai. PAW tetap harus melewati prosedur formal yang panjang dan rigid.

Menariknya, istilah nonaktif ini bukan pertama kali muncul dalam politik Indonesia. Pada periode sebelumnya, sejumlah partai juga pernah mengumumkan penonaktifan kadernya di parlemen untuk meredam krisis politik. Namun, dalam praktiknya, anggota yang dinonaktifkan tetap menerima hak administratif dan masih terdaftar sebagai anggota DPR aktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun