Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Toma Junior Popov Gagalkan Anthony Ginting: Apa yang Salah dalam Strategi Indonesia?

26 Agustus 2025   20:44 Diperbarui: 26 Agustus 2025   20:44 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekalahan Anthony Ginting (Sumber: rri.co.id)

Anthony Sinisuka Ginting kembali harus menelan pil pahit di panggung besar bulu tangkis dunia. Pada babak 64 besar Kejuaraan Dunia BWF 2025, Selasa (26/8) sore WIB, ia harus mengakui keunggulan tunggal putra Prancis, Toma Junior Popov, dalam duel tiga set yang berlangsung panjang selama 92 menit. Skor 18-21, 21-19, dan 23-25 menjadi saksi bagaimana Ginting kembali gagal melangkah jauh di ajang prestisius.

Pertandingan di Adidas Arena, Paris, bukan sekadar duel fisik dan teknik, melainkan pertemuan dua pendekatan berbeda. Ginting dengan gaya eksplosif namun masih mencari ritme usai cedera, dan Popov dengan stamina, disiplin taktik, serta kepercayaan diri khas tuan rumah. Hasilnya, Ginting yang lama absen dari kompetisi internasional terlihat kesulitan menyeimbangkan tempo permainan lawan.

Bagi seorang atlet modern, terutama di cabang badminton, cedera bukan hanya menghantam fisik, tetapi juga menghancurkan kontinuitas ritme. Dalam perspektif sport science, otot-otot yang terbiasa dengan intensitas tinggi membutuhkan muscle memory, agar bisa kembali pada level permainan puncak. Ginting jelas masih berada pada fase transisi adaptasi tersebut.

Sementara itu, Toma Junior Popov datang dengan bekal yang lebih solid. Ia adalah juara dunia junior BWF 2019, peraih tiga gelar di Kejuaraan Eropa 2017 (tunggal, ganda, beregu), serta juara ganda putra Kejuaraan Eropa 2025 bersama sang saudara, Christo Popov. Koleksi prestasi ini mencerminkan kapasitas Popov sebagai pemain dengan pemahaman menyeluruh atas dinamika teknik modern badminton, yaitu rally panjang, variasi drop shot, dan penggunaan defense-to-attack transition.

Bulu tangkis modern tak lagi sekadar adu smash, tapi adu sains, stamina, dan strategi. Kekalahan Ginting adalah peringatan: hanya mereka yang mampu beradaptasi dengan teknologi, mental, dan inovasi yang bisa bertahan di puncak dunia.

Dari sudut pandang manajemen olahraga, kekalahan Ginting bukanlah semata hasil buruk, melainkan alarm akan pentingnya rekonstruksi roadmap karier. Pada usia 27 tahun, ia masih berada pada usia emas untuk seorang pebulutangkis, tetapi ritme kompetisi yang tersendat akibat ceder, bisa membuatnya tertinggal oleh generasi baru.

Teori badminton modern mengajarkan bahwa permainan kini tidak lagi hanya mengandalkan kecepatan kaki dan pukulan keras. Kombinasi stamina, penguasaan lapangan penuh (full court awareness), variasi tempo, serta kemampuan membaca permainan lawan menjadi elemen kunci. Popov menunjukkan keunggulan dalam aspek ini, sedangkan Ginting terlihat kehilangan game sense dalam momen kritis set ketiga.

Statistik permainan juga menggambarkan realitas pahit. Ginting kehilangan banyak poin di zona net play karena terlambat mengantisipasi. Dalam badminton modern, penguasaan area depan lapangan menjadi senjata utama untuk mengontrol rally, sesuatu yang Popov manfaatkan dengan optimal.

Lebih jauh, kita perlu menyoroti aspek sports technology. Popov dan atlet-atlet Eropa kini banyak memanfaatkan data analitik untuk mempelajari pola permainan lawan. Video analysis, sensor gerakan, dan AI tracking menjadi bagian dari persiapan. Ginting, meski punya jam terbang tinggi, tampak masih berjuang menyesuaikan diri dengan tren penggunaan teknologi ini dalam persiapan pertandingan.

Secara psikologis, kekalahan di momen-momen krusial juga menandakan problem mental toughness. Ginting gagal menutup set ketiga meski sempat unggul dalam rally-rally panjang. Teori performance psychology menjelaskan bahwa atlet pasca-cedera sering mengalami "mental block", yaitu rasa ragu apakah tubuh mampu bertahan dalam duel panjang.

Menariknya, kekalahan Ginting kali ini seakan mengulang sejarah. Di Olimpiade Paris 2024, ia juga disingkirkan Popov di babak penyisihan. Artinya, ada pola yang tak boleh diabaikan. Ginting belum menemukan cara efektif untuk membongkar permainan penuh stamina ala Popov.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun