Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Toma Junior Popov Gagalkan Anthony Ginting: Apa yang Salah dalam Strategi Indonesia?

26 Agustus 2025   20:44 Diperbarui: 26 Agustus 2025   20:44 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekalahan Anthony Ginting (Sumber: rri.co.id)

Bila ditinjau dari perspektif teknik, Ginting perlu melakukan reorientasi strategi. Ia memiliki weapon berupa smash steep dan counter-attack speed, tetapi tanpa fondasi stamina modern dan variasi defensive rally, keunggulan itu menjadi tumpul. Badminton kini menuntut all-court player, bukan hanya spesialis attacking rally.

Selain itu, absennya Ginting di beberapa turnamen membuat ranking protection dan momentum kompetisi hilang. Dalam ekosistem olahraga modern, kontinuitas turnamen adalah faktor penting untuk menjaga kondisi fisik, mental, sekaligus eksposur strategi baru di lapangan. Tanpa itu, seorang atlet akan kehilangan "kepekaan kompetitif" sebagaimana terlihat dalam kekalahan kali ini.

Setiap kekalahan adalah guru terbaik. Ginting mungkin jatuh di Paris, namun bangkit dengan pemahaman baru tentang badminton modern bisa menjadikannya lebih kuat. Era baru butuh pemain yang tak hanya cepat, tapi juga cerdas membaca permainan. 

Bagi Indonesia, kekalahan Ginting bukan sekadar gugurnya satu pemain. Ini juga menjadi refleksi atas pentingnya modernisasi sistem pembinaan bulu tangkis. Negara-negara Eropa mulai memadukan sport science, teknologi, dan manajemen profesional dalam melahirkan pemain-pemain berdaya saing global. Indonesia harus berani mengevaluasi model pembinaan yang terlalu bergantung pada tradisi lama.

Ginting masih memiliki waktu untuk bangkit. Usia 27 tahun bukanlah akhir, melainkan titik balik untuk melakukan career reengineering. Dengan dukungan tim pelatih yang menguasai data-driven coaching, fisioterapis modern, serta pendekatan psikologi olahraga, Ginting masih bisa kembali ke jalur juara. Namun, tanpa pergeseran paradigma ke arah badminton modern, peluang itu bisa semakin menipis.

Kekalahan dari Popov seharusnya tidak hanya dibaca sebagai kegagalan personal, tetapi juga peringatan kolektif. Dunia badminton bergerak cepat menuju era modern, di mana sains, teknologi, dan manajemen olahraga menjadi fondasi kemenangan. Pertanyaannya, apakah Ginting dan bulu tangkis Indonesia, siap melompat ke fase itu?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun