Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dari Negosiasi ke Navigasi Mall: Realitas Pahit di Balik Diplomat Indonesia

12 Juli 2025   08:34 Diperbarui: 12 Juli 2025   08:34 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diplomat Indonesia walk out saat Netanyahu pidato di Sidang Umum PBB (Sumber: tirto.id)

Di balik megahnya gedung-gedung kedutaan besar Republik Indonesia di berbagai negara, tersembunyi kisah diplomasi yang tak selalu berurusan dengan perundingan damai atau hubungan dagang strategis. Di balik dinding kaca dan lambang Garuda Pancasila yang megah, ada fakta ironis. Diplomat kita kerap direpotkan oleh urusan pribadi para pejabat dan keluarga mereka yang sedang melancong ke luar negeri.

Alih-alih fokus pada misi utama untuk melayani dan melindungi warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri, para diplomat dan staf lokal seringkali harus menjadi porter tak resmi, pemandu belanja, hingga pengurus logistik keluarga pejabat. Ini adalah realitas yang kerap tak muncul dalam laporan resmi, tetapi membebani fungsi diplomatik secara sistemik.

Konvensi Wina 1961 secara tegas menyatakan bahwa tugas perwakilan diplomatik adalah untuk mewakili negara pengirim, melindungi kepentingannya dan warga negaranya, serta melakukan negosiasi dan promosi. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia juga telah merumuskan mandat yang sama, yaitu perlindungan dan pelayanan untuk seluruh WNI. Namun, praktik lapangan kerap menyimpang.

Surat resmi dari lembaga-lembaga pemerintah Indonesia yang meminta bantuan kedutaan besar RI untuk mengurus keluarga pejabat bukanlah cerita baru. Pada Juli 2025, publik digital Indonesia diramaikan oleh bocornya satu dari sekian banyak surat semacam itu. Surat itu menyebut permintaan bantuan penuh terhadap perjalanan pribadi keluarga pejabat ke luar negeri. Netizen murka. Tapi para diplomat hanya bisa diam.

Diplomat yang sesungguhnya bukan hanya piawai bernegosiasi, tetapi juga menjaga integritas negara di setiap langkahnya, bukan sibuk melayani ego segelintir elite yang lupa diri dan lupa fungsi. 

Hal yang lebih mengkhawatirkan, banyak permintaan datang bahkan tanpa dasar surat resmi. Beberapa pejabat dan rombongan merasa punya "hak moral" atas pelayanan ekstra dari perwakilan diplomatik RI, hanya karena jabatan mereka. Ironisnya, diplomat kita tetap harus menyambut, bahkan ketika permintaan itu jauh dari logika profesionalisme hubungan luar negeri.

Peran diplomasi Indonesia sangat dibutuhkan dalam situasi global yang penuh ketegangan. Perang dagang antara kekuatan besar, konflik bersenjata seperti yang terjadi antara Iran dan aliansi Israel-Amerika Serikat pada Juni 2025, hingga kejahatan transnasional, semuanya menuntut respons cepat dan strategis dari diplomat kita. Sayangnya, sebagian energi itu terkuras untuk mengurusi hal yang tak seharusnya menjadi bagian dari misi diplomatik.

Evakuasi WNI dari kawasan konflik seperti Iran dan Suriah beberapa waktu lalu adalah contoh nyata betapa penting dan gentingnya tugas diplomat. Dalam situasi itu, Kemenlu dan perwakilan RI bekerja siang malam mengevakuasi pekerja migran, mahasiswa, dan pelancong Indonesia. Ini adalah tugas nyata dan berat yang seharusnya tidak dibayangi oleh urusan koper dan oleh-oleh pejabat.

Sementara Indonesia mengalami defisit jumlah diplomat dan staf perwakilan luar negeri, beban non-esensial dari pejabat yang minta diistimewakan hanya memperparah situasi. Banyak kantor perwakilan hanya memiliki dua hingga tiga diplomat aktif untuk melayani ribuan WNI serta menjalin komunikasi bilateral maupun multilateral.

Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia seharusnya memperlakukan diplomasi sebagai garda depan kedaulatan dan citra negara, bukan sebagai pelengkap kenyamanan rombongan pejabat. Saat diplomat kita harus menurunkan tas belanjaan kerabat pejabat, yang hilang bukan hanya waktu, tetapi juga wibawa negara.

Tugas utama diplomat mencakup tiga hal besar: mewakili, melindungi, dan bernegosiasi. Ketiga fungsi ini adalah kunci untuk menjaga martabat negara di panggung global. Diplomasi bukan profesi untuk bersolek, tapi untuk menyelamatkan. Dalam dunia yang penuh konflik dan krisis, kita membutuhkan para diplomat yang fokus dan profesional, bukan yang terpecah energinya untuk urusan personal pejabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun