Mohon tunggu...
Muhammad Ikhwanul Fauzi
Muhammad Ikhwanul Fauzi Mohon Tunggu... Freelancer - Still Enjoy The Truth

We are never free until we are free from our judgment to other people. Just Advice and Don't Judge

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Implementasi Siri' na Pacce dalam Paradigma Islam

12 Januari 2021   00:56 Diperbarui: 12 Januari 2021   04:43 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menurut para ulama islam malu memiliki beberapa defenisi berbeda berdasarkan perspektif mereka, di antaranya

Al-Zamakhshari berkata bahwa malu adalah perubahan di hati dan perasaan seseorang ketika ia takut dicela atau takut ketahuan aibnnya.

Al-Raghib berkata bahwa malu itu artinya ketidaksukaan jiwa kita dari perbuatan yang sifatnya jelek.Ketika kita tidak mau melakukan sesuatu yang sifatnya buruk, itu berarti kita punya rasa malu.

Sebagian ulama mengemukakan pendapatnya tentang rasa malu, bahwasanya akhlak yang membangkitkan kekuatan kepada pelakunya untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan sesuatu yang tidak baik.

Jadi rasa malu adalah akhlak Islam. Artinya setiap orang yang mengaku dirinya Muslim, harus terlihat ciri khasnya, dia pemalu. Malu untuk melakukan hal-hal yang buruk, malu disaat ia meninggalkan kebaikan.

Dalam penjelasan di atas diketahui bahwasanya ada kesenjangan antara budaya malu serta budi pekerti terhadap akhlak dan adab yang berkaitan dengan agama islam. Maka dari itu, niat dalam menjalankan suatu perbuatan sangat dibutuhkan dalam  agama islam, dikarenakan suatu perbuatan atau amalan akan bernilai ibadah jikalau diniatkan.

Bahkan, suatu ibadah yang diperintahkan untuk dilaksanakan dan ditunaikan jikalau tidak ada kesadaran serta niat yang tulus dan ikhlas, niscaya suatu perbuatan yang tadinya merupakan amalan malah menjadi suatu kebiasan.

Kita ambil contoh ringkas, makan merupakan kegiatan sehari-hari manusia dan juga menjadi kebutuhan primer dalam bertahan hidup. Dalam masyarakat pada umumnya makan adalah suatu kebiasaan yang berulang, padahal makan bisa menjadi suatu amalan yang bernilai pahala jikalau didasari dengan niatan untuk menguatkan rohani dan jasmani untuk beribadah Kepada Allah.

Rohani akan sehat jikalau jasmani tidak sakit, maka diperlukan asupan untuk menjaga kesehatan rohani. Begitu menakjubkan agama ini, suatu kebiasaan bisa bernilai ibadah jika ada kesadaran dan niatan yang baik.

 Kita tinggal di Indonesia, begitu banyak keanekaragaman budaya, budi pekerti luhur, serta adat istiadat yang sarat akan makna dan arti. Begitu indah kehidupan ini jikalau pengaplikasian suatu adat dengan niat kebaikan dan kesadaran dari diri sendiri, dengan catatan selama adat dan budaya tersebut tidak bertentangan dengan ajaran serta kepercayan agama islam.

Setelah pemaparan di atas, seyogianya pembaca menemukan titik temu antara budaya dan agama. Dengan niat yang ikhlas dan tulus, niscaya akan ditemukan titik terang antara budaya dan agama. Selagi manusia melakukan kebaikan, niscaya akan ada balasannya. Melakukan suatu perbuatan atau perkatan baik berdasarkan budaya, InsyaAllah akan mendapatkan ganjaran, apatah lagi diniatkan bahwasanya amalan tersebut terdapat dalam syari'at islam serta ajaran Rasulullah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun