Mohon tunggu...
Muhammad Harkim Novridho
Muhammad Harkim Novridho Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang didalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ke Mana Perginya Filosofi Minangkabau Saat Ini?

29 Maret 2023   04:04 Diperbarui: 29 Maret 2023   04:23 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Katasumbar.com

Kembali pada pemantik di awal, kenapa saya mengatakan saat ini masyarakat Minang mulai berkabung karena filosofi hidup yang luar biasa dipegang teguh dahulunya, pada akhirnya sekarang seakan-akan dilupakan oleh beberapa oknum yang bahkan di antara mereka merupakan kaum yang berpendidikan.

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah seorang dosen Ilmu budaya di salah satu kampus di Sumatera Barat Desember tahun lalu, kemudian yang terbaru lagi-lagi hal yang sama, 12 mahasiswa fakultas kedokteran menjadi korban dari pelecehan seksual. dan kasus guru olahraga yang mencabuli siswa SD, yang pada akhirnya membekaskan trauma, dan tentu banyak kasus yang lainnya yang terungkap atau bahkan belum terungkap hingga saat ini.

Dengan melihat peristiwa tersebut tentu kita akan miris sekaligus bertanya-tanya ke mana perginya filosofi yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau? Ke mana adat yang bersandingkan syariat perginya? Apakah yang kemudian menjadi alasan terjadinya kasus yang justru pelakunya adalah orang-orang yang berpendidikan ini? 

Apakah mereka seolah-olah ingin menjadikan pelecehan seksual sebagai adat atau budaya? Justru hal ini tidak bisa terjadi, berdasarkan filosofi masyarakat Minangkabau tersebut, tentu adat harus bersanding dengan syariat yaitu berlandaskan ayat-ayat al-Qur'an dan tidak bisa bertentang. Dengan kata lain, sumber utama masyarakat Minangkabau dalam menentukan etika atau sebuah nilai kehidupan haruslah berpijak pada kitabullah.

Gaungan tentang filosofi "adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah ini, jika kita melihat realitas yang ada bagaimana generasi intelektual Minangkabau justru telah jauh menyimpang dari norma-norma ajaran Islam dan seolah-olah kemudian mereka menghilangkan atau melepas filosofi hidup yang dipegang teguh oleh masyarakat Minangkabau sejak lama ini dan mereka lebih memilih untuk ditundukkan oleh nafsu bringas mereka sendiri.

Mungkin pandangan saya akan hal ini, terkesan tidak objektif, seolah saya menggeneralisir generasi intelektual Minangkabau sepenuhnya. Pandangan saya ini hanya ditujukan sebagai bahan renungan bagi kita semua, agar dapat kembali memikirkan, dan tentu kembali pada filosofi yang telah dibuat oleh para pemikir Minangkabau sebagai bentuk kepercayaan mereka dan tentu di sini juga terletak harapan yang mereka titipkan kepada kita untuk dapat mewariskan dan tetap memegang teguh filosofi yang menjadi pegangan orang Minangkabau dalam berkehidupan sejak lama.

Lalu pertanyaan selanjutnya siapa yang kemudian bertanggung jawab mengembalikan filosofi hidup yang sekarang hilang dari karakter generasi intelektual Minangkabau saat ini? 

Jawabannya adalah "tigo tungku sajarangan" yang mana tigo artinya tiga, tungku artinya perapian, dan sajarangan artinya diatur baik. Tungku ini kemudian merujuk pada pusat kehidupan sosial dan budaya masyarakat Minangkabau, yaitu keluarga sebagai tempat yang terutama dalam pembentukan karakter serta moralitas. Sajarangan yang merujuk kepada prinsip mengajarkan pentingnya sebuah keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan bersosial.

Adapun Tiga unsur yang dimaksud adalah 3 institusi sosial utama dalam masyarakat Minangkabau yakni adat, agama, serta negara. Ketiga institusi inilah yang harus saling berkaitan dan berpegangan tangan dalam membangun keharmonisan dan keseimbangan masyarakat. Ketiga institusi ini sebagai pemangku kepentingan inilaj sepertinya yang menjadi orang-orang yang bertanggung jawab untuk menjelaskan, membentuk ulang konsep-konsep filosofi yang selama ini dipegang erat tersebut.

Melihat keberkabungan ini, sudah seharusnya bagi Tigo tungku sajarangan ini kemudian mulai duduk bersama sambil menikmati teh talua untuk berbincang memikirkan mau dibawa ke mana akhirnya generasi intelektual yang seharusnya disiapkan sebagai pewaris nenek moyang hebat mereka dan berusaha menyusun sebuah strategi apa untuk menanamkan kembali semangat perimplementasian filosofi hidup adat besandingkan syariat Islam, syariat besandingkan kitab Allah ini.

Sudah saatnya bagi masyarakat Minangkabau kembali bangkit dan tidak terjebak oleh romansa masa lalu, mengembalikan kejayaan-kejayaan yang telah dibangun oleh para pendahulu mereka dan tentunya mengembalikan kembali semangat intelektual yang berlandaskan filosofi hidup masyarakat Minangkabau itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun