Mohon tunggu...
Muhammad Farras Shaka
Muhammad Farras Shaka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Free mind, reflective, and critical.

Seorang terpelajar mesti adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pubertas Intelektual: Marginalisasi Wacana Keagamaan dan Pseudo Free-Thinking

8 Agustus 2022   16:31 Diperbarui: 8 Agustus 2022   16:37 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Haruskah agama dipandang dengan sesempit itu? Bukankah kita semua benci close-mindedness? Jujur saja, saya punya cukup banyak teman yang agnostik, bahkan atheis sekalipun, dan kami sama sekali tidak pernah tertutup untuk berdebat satu sama lain. 

Bahkan saya dengan teman saya yang cenderung atheis-materialis akan berencana untuk menulis satu buku terkait perdebatan filosofis spiritualis-materialis yang cukup panjang dalam sejarah pemikiran manusia. 

Ini merupakan contoh bahwa kami berdua dengan "kecerdasan" kami masing-masing tidak terlepas dari wisdom untuk saling menghargai, sekritis-kritisnya teman saya tersebut terhadap agama (yang saya selalu layani dengan nalar pula), ia lantas tidak pernah terpikir untuk melecehkan figur serta nilai yang sakral bagi pemeluk agama tertentu di ruang publik. 

Memang, alat terbaik untuk menguji apakah pikiran seseorang itu benar-benar "open minded" dan kritis bukan ada di lisan yang penuh "cuap-cuap sok dekonstruktif" yang seringkali tidak disertai khazanah pengetahuan di dalamnya, tapi adalah dengan menguji kemampuannya untuk bersikap terbuka untuk berdiskusi ilmiah dan dibantah secara ilmiah dan melihat kemampuannya untuk memisahkan ungkapan ilmiah yang bernas dengan ungkapan ideologis yang tampang-nya saja ilmiah nyatanya cuma sinisme bertameng kebebasan berpikir, sementara kebebasan berpikir tanpa luasnya pengetahuan adalah kecelakaan besar. 

Ir. Soekarno, proklamator kita mengatakan "Belajar tanpa berpikir tidak ada gunanya, tapi berpikir tanpa belajar sangat berbahaya!", memang demikian. 

Saya rasa orang-orang yang benar cerdas akan selalu mencoba untuk adil dalam menilai segala fenomena, tidak reduktif dan kemudian merasa paling cerdas sedunia, orang-orang cerdas memang tidak bisa untuk terus-menerus diam, "dakwah" intelektual mesti disampaikan, baik melalui lisan maupun tulisan dan tentu saja dijalankan dalam  kerangka ilmiah dan kerangka kebijaksanaan. 

Marginalisasi wacana keagamaan dan "Pseudo Free-Thinking" 

Akhirnya, membahas terkait agama dipandang tabu dan terbelakang, namun ungkapan "sok filosofis" yang jelas-jelas tidak berdasarkan bacaan-bacaan serius dianggap sebuah bentuk intelektualitas baru dan yang menyampaikannya dianggap "manusia tercerahkan", ini adalah fenomena yang cukup serius dan cukup nyebelin. 

Bukan saja karena agama adalah seperti apa yang dikatakan Tillich sebagai ultimate concern yang tidak bisa diperlakukan sembarangan, tetapi juga karena kita terang-terangan mengglorifikasi kebodohan dan "kekurang-bacaan" dengan cara menganggap statemen semacam itu sebagai gebrakan intelektual, kita diam-diam melazimkan pandangan bahwa tidak ada ruang bagi pemikiran agama untuk intelektualitas, kita mengecam orang yang belajar tanpa berpikir, tapi kita mengangkat-angkat dan hype oleh orang yang berpikir tanpa belajar. 

Akhirnya, artikel singkat ini dimaksudkan untuk mengajak kita semua untuk lebih adil dan objektif dalam berpikir, serta mengajak kita agar "berpikir sekaligus belajar" dan bukan "berpikir tanpa belajar", ingatlah bahwa perdebatan tidak bisa lepas dari buku-buku bacaan agar tidak ngawur aqli, dan bagi saya ada juga satu kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan yakni dzikir, agar tidak ngawur batin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun