Mohon tunggu...
Muhammad Faishol
Muhammad Faishol Mohon Tunggu... Mahasiswa

Halo saya faisol, saya suka menulis di kala sengang saja dan dengan media ini saya bisa sedikit menuangkan hobi kecil saya terimakasih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makam Mbah sayid Sulaiman, Sosok Penyebar Agama Islam di Mojoagung Jombang

19 Januari 2021   13:50 Diperbarui: 19 Januari 2021   14:13 5213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Makam Mbah Sayyit Sulaiman terdapat di Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung. Makam ini selain dikenal sebagai tempat bersejarah sekaligus dikeramatkan. Setiap malam Jum’at Legi, selalu dipadati ratusan bahkan ribuan pengunjung. Ada yang hanya berziarah ada pula untuk ‘meminta berkah’.
Mbah Sayyit Sulaiman adalah keturunan ke-26 Rasulullah SAW. Semasa hidupnya, selain dikenal tekun beribadah, tingkah polah serta lakunya nyaris tidak ada beda dibanding Rasululloh. Dia arif serta bijak, terutama dalam mengambil setiap keputusan. Santun terhadap sesama. Hormat kepada setiap orang yang dijumpainya.

Sebagai ‘trah’ Rasul, Mbah Sayyit Sulaiman selalu menjunjung tinggi kegiatan keagamaan. Setiap kesempatan siar agama, misalnya, dia senantiasa mengedepankan pola seperti yang dilakukan Rasululloh, SAW. Mbah Sayyit juga gemar berziarah ke makam-rnakam para ulama seantero jagad.

Dia wafat pada tanggal 17 Robiul Awal 1193 H atau 24 Maret 1780 M, Jum’at Legi. Ibunya adalah seorang putri Sultan Cirebon. Dia menjabat sebagai Qodli di Kanigoro, Pasuruan. Sewaktu berziarah ke makam waliulloh, Mbah Raden Alif di Desa Mancilan, Mojoagung, dia sakit sampai akhirnya dia wafat di tempat itu juga.

Ziarah dan Berkah Sebelum berziarah di Makarn Mbah Sayyit Sulairnan, sebaiknya peziarah terlebih dahulu ‘pamitan’ ke Makam Mbah Raden Alif. Karena memang kehadiran Mbah Sayyit Sulaiman di Desa Mancilan adalah untuk berziarah ke Makam Raden Alif. Dan sampai sekarang pun hal tersebut dijadikan semacam ‘kultur’.

Menurut juru kunci kultur tersebut semata sebagai penghormatan kepada ‘cikal bakal’ munculnya makam-makam bersejarah di Desa Mancilan. Sementara itu membludaknya peziarah, terutama pada malam Jum’at Legi, berdampak kepada perbaikan kehidupan perekonomian penduduk sekitar. Pasalnya, secara dadakan warga menggelar dagangan dan beragam jenis dengan harga relatif terjangkau.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun