Boy Candra juga mengatakan, makna dari 'mambangkik batang tarandam' masih sama dengan dulu. Sederhananya, berguna bagi kampung halaman. Yang membedakan, kalau dulu, istilah mambangkik batang tarandam cenderung pada kegiatan mengubah nasib melalui proses merantau dan berhasil. Sementara kini, sebagai generasimuda, kita tetap bisa berbuat di kota kita masing-masing.
"Semakin hari, harus kita akui, semakin banyak anak muda yang tertarik pada bidang kreatif ini. Itu kelebihannya. Kelemahannya, iklim untuk bidang ini, menurut saya, di Sumatera Barat masing dingin. Tugas kita, memberi api bersama-sama. Saya masih merasa sangat harus banyak belajar soal film. Sekarang, saya sedang bekerjasama dengan salah satu PH di Jakarta untuk sebuah novel saya yang diadaptasi ke layar lebar. Kapasitas saya, tetap sebagai penulis novel-nya."
Pada kesempatan wawancara ini, Boy Candra sempat menyampaikan harapannya, "Semoga semakin banyak ruang kreatif yang saling dukung, antara pekerja seni/pekerja kreatif yang kita tumbuhkan di kota ini.Â
Untuk semua bidang kesenian/kreativitas yang sama-sama kita perjuangkan untuk membangun Minangkabau yang kita cintai ini. Saya percaya, semua orang yang tumbuh dan berkarya di sini adalah untuk membuat bangga negeri kita."
Sementara itu, Denni Meilizon, CEO and Founder Diatunes Management  yang sempat ikut diskusi pra produksi film Tagah ini berpandangan, "Menggarap film merupakan relevansi dari aktivitas Boy Candra sebagai seorang penulis buku. Asrinaldi sebagai pegiat film punya tugas untuk selalu menghadirkan iklim perfilman di daerahnya, karena ini jadi tugas bersama. Terlahirnya film Tagah adalah kemenangan mereka dalam berkreativitas, dengan mengangkat konten-konten lokal semoga saja dapat diterima oleh masyarakat daerah, nasional, dan mudah-mudahan juga internasional."
Film Tagah dapat kita tonton lewat link YouTube berikut ini; https://youtu.be/CwOO9qG3qGg
(Dilaporkan oleh Muhammad Fadhli)