Mohon tunggu...
Muhammad Erza Farandi
Muhammad Erza Farandi Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - FDIKOM - Pengembangan masyarakat Islam

Hobi berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ringkasan Buku Integrasi Sains dan Agama Bab 5 : Sejarah Ilmu

1 Juli 2025   20:32 Diperbarui: 1 Juli 2025   20:32 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam praktiknya, sekularisasi sains menciptakan disiplin-disiplin ilmu yang semakin spesifik dan teknis. Ilmu pengetahuan tidak lagi bertanya tentang makna atau tujuan eksistensial, tetapi fokus pada "bagaimana" sesuatu bekerja. Hal ini terlihat dalam perkembangan fisika, kimia, biologi, dan ilmu sosial modern yang lebih menekankan pada kausalitas mekanistik, statistik, dan pengukuran kuantitatif.

Salah satu dampak positif dari sekularisasi adalah pesatnya kemajuan teknologi dan industrialisasi. Ilmu yang bebas dari dogma memungkinkan munculnya inovasi tanpa hambatan ideologis. Namun, di sisi lain, sekularisasi juga membawa konsekuensi serius: pemisahan ilmu dari etika, hilangnya orientasi moral dalam sains, dan munculnya krisis makna dalam masyarakat modern.

Contoh nyata dari krisis ini adalah munculnya senjata pemusnah massal, eksploitasi alam secara berlebihan, serta kecenderungan dehumanisasi dalam dunia kerja dan teknologi. Ilmu yang seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, justru bisa menjadi instrumen yang membahayakan jika dilepaskan dari nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam filsafat ilmu kontemporer, muncul berbagai kritik terhadap sekularisasi total. Tokoh-tokoh seperti Jrgen Habermas dan Paul Feyerabend mengajukan pendekatan yang lebih pluralistik terhadap ilmu. Habermas menekankan pentingnya rasionalitas komunikatif yang mempertimbangkan nilai-nilai intersubjektif, sementara Feyerabend mengkritik dogmatisme dalam sains dan menyerukan kebebasan metodologis.

Beberapa ilmuwan dan filsuf juga mengupayakan rekonstruksi hubungan antara sains dan agama. Mereka berpendapat bahwa ilmu tidak harus bersifat anti-agama, dan agama pun tidak perlu menolak sains. Kedua ranah ini bisa saling melengkapi: sains menjelaskan mekanisme alam semesta, sedangkan agama memberi makna dan arah bagi kehidupan manusia.

Dalam konteks ini, muncul pendekatan integratif yang menggabungkan rasionalitas ilmiah dengan spiritualitas. Pendekatan ini menolak dikotomi antara sains dan agama, dan sebaliknya mendorong dialog yang konstruktif. Ilmu bukan hanya sarana untuk menguasai alam, tetapi juga alat untuk memahami keindahan, keteraturan, dan kebijaksanaan dalam ciptaan Tuhan.

Kesimpulannya, sekularisasi sains telah membawa kemajuan luar biasa dalam pengetahuan dan teknologi, namun juga menghadirkan tantangan besar dalam hal nilai dan makna. Masa depan ilmu pengetahuan perlu dikembalikan kepada keseimbangan antara objektivitas rasional dan kedalaman spiritual. Hanya dengan demikian, sains dapat berkontribusi penuh terhadap kemanusiaan yang utuh dan beradab.

Kesimpulan 

Perjalanan sejarah ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa ilmu adalah hasil dari pergulatan panjang antara pengalaman manusia, kebutuhan praktis, pencarian makna, serta dorongan spiritual dan rasional. Setiap fase perkembangan ilmu mencerminkan cara pandang manusia terhadap alam dan Tuhan yang terus berubah seiring zaman. Dari kepercayaan magis di masa primitif, rasionalitas Yunani, integrasi iman dan akal dalam Islam, hingga otonomi ilmu pada zaman modern dan sekularisasi, semuanya memberikan kontribusi berharga terhadap peradaban.

Namun demikian, proses sekularisasi juga mengungkapkan tantangan mendalam, yakni terjadinya keterputusan antara ilmu dan nilai. Ilmu menjadi sangat fungsional, tetapi kehilangan dimensi moral dan spiritual. Oleh karena itu, penting bagi generasi saat ini untuk memahami sejarah ilmu tidak hanya sebagai kronologi pencapaian rasional, tetapi juga sebagai cerminan krisis dan harapan umat manusia.

Melalui pendekatan yang integratif antara sains dan agama, ilmu pengetahuan diharapkan dapat menjadi jalan untuk tidak hanya menjelaskan dunia, tetapi juga menuntun manusia menuju kehidupan yang lebih bijaksana, adil, dan bermakna. Sejarah ilmu pengetahuan bukan sekadar warisan akademik, melainkan juga peta perjalanan intelektual dan spiritual umat manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun