Contoh: Prinsip dasar bahwa segala sesuatu (seperti makanan atau minuman) hukumnya mubah (boleh) sampai ada dalil yang mengharamkannya.
6. 'Urf (Adat Kebiasaan)
Definisi: Menetapkan hukum berdasarkan adat atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat, selama kebiasaan tersebut tidak bertentangan dengan nash-nash syariat.
Logika: Kebiasaan yang baik dan sudah diterima umum oleh masyarakat dapat menjadi pertimbangan dalam hukum muamalah (interaksi sosial), karena syariat menghargai tatanan sosial yang tidak melanggar batasan agama.
Contoh: Menetapkan standar tertentu dalam jual beli (misalnya ukuran, timbangan) yang disepakati secara umum oleh pedagang dan pembeli di suatu tempat.
7. Sadd Adz-Dzar'i' (Menutup Jalan Kemudaratan)
Definisi: Melarang atau mengharamkan suatu perbuatan yang pada dasarnya mubah (boleh), jika perbuatan tersebut dapat menjadi perantara atau jalan yang pasti akan membawa kepada kemudaratan atau perbuatan yang diharamkan.
Logika: Mencegah terjadinya kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil manfaat. Hukum ini berfungsi sebagai langkah preventif.
Contoh: Diharamkannya menjual anggur kepada pembuat khamar, meskipun menjual anggur pada dasarnya boleh, karena ia menjadi sarana langsung kepada perbuatan haram.
Kesimpulan Logis:
Metode-metode ijtihad ini menunjukkan bahwa hukum Islam bersifat dinamis dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan tempat. Ketika Al-Qur'an dan Sunnah tidak memberikan jawaban eksplisit untuk kasus baru, seorang mujtahid menggunakan akal sehatnya yang terikat pada prinsip-prinsip syariah untuk mencari solusi hukum. Proses ini selalu berpangkal pada tujuan utama syariat Islam, yaitu untuk mencapai kemaslahatan (kebaikan) dan menghindari mafsadah (kerusakan) bagi umat manusia di dunia dan akhirat.