Dunia kerja telah berubah drastis dalam beberapa tahun terakhir. Kehadiran Generasi Milenial dan Gen Z di pasar tenaga kerja membawa dinamika baru yang tidak bisa diabaikan. Mereka tumbuh dalam era serba digital, terbiasa dengan kecepatan, transparansi, dan akses informasi tanpa batas.Â
Kondisi ini menuntut para profesional Human Resource Development (HRD) untuk ikut beradaptasi dan menjadi lebih dari sekadar penyeleksi calon karyawan.
Di era digital ini, proses rekrutmen bukan lagi ajang satu arah di mana perusahaan hanya menilai kandidat. Justru sebaliknya, para kandidat, terutama dari kalangan Milenial dan Gen Z, juga menilai perusahaan termasuk bagaimana HRD memperlakukan mereka sejak proses awal.
Lalu, bagaimana menjadi HRD idaman di mata mereka?
Hal pertama yang paling mereka harapkan adalah kejelasan dan keterbukaan. Generasi Milenial dan Gen Z tumbuh di era di mana informasi mudah diakses.Â
Mereka tidak ingin merasa seperti "menebak-nebak" atau bermain tebak-tebakan sepanjang proses rekrutmen. Itulah sebabnya, proses yang transparan menjadi hal mutlak jika ingin menjadi HRD idaman.
Kejelasan ini dimulai sejak pengumuman lowongan pekerjaan. Deskripsi posisi harus detail, realistis, dan jujur. Jangan menjanjikan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.Â
Kandidat zaman sekarang cukup kritis untuk mencari tahu lebih dalam tentang reputasi perusahaan, baik melalui situs pencari kerja, forum online, maupun ulasan di media sosial.
Keterbukaan juga sangat dibutuhkan dalam setiap tahap seleksi. Informasikan sejak awal mengenai alur proses, jumlah tahapan, perkiraan waktu, hingga siapa saja yang akan terlibat dalam penilaian.Â
Hal-hal kecil seperti ini justru menunjukkan profesionalisme HRD dan membuat kandidat merasa dihargai. Selain itu, HRD yang ideal di mata Milenial dan Gen Z adalah mereka yang menunjukkan sisi manusiawi.Â