Di era modern yang serba cepat dan melelahkan, istilah me time menjadi semacam pelarian yang dianggap sah bagi siapa pun yang ingin beristirahat dari kesibukan harian. Mulai dari rebahan sambil mendengarkan musik, menonton serial favorit, hingga nongkrong sendirian di kafe semuanya masuk dalam definisi waktu untuk diri sendiri.Â
Me time pun kian populer seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan keseimbangan hidup.Â
Namun, di balik citra positifnya, me time tak jarang dijadikan alasan untuk menarik diri dari tanggung jawab atau membenarkan kebiasaan menunda.Â
Aktivitas yang awalnya bertujuan untuk merawat diri bisa berubah menjadi pola menghindar yang terselubung. Tanpa disadari, rasa malas perlahan menyusup dan tumbuh di balik dalih "lagi butuh waktu buat diri sendiri."Â
Maka, penting bagi kita untuk memahami batas antara me time yang sehat dan kebiasaan tak produktif yang dibungkus dengan label self-care.
Batas Tipis Antara Istirahat dan Menunda
Mengambil waktu istirahat itu penting bahkan sangat dianjurkan demi kesehatan mental dan fisik. Tubuh dan pikiran kita bukan mesin yang bisa bekerja tanpa henti.Â
Istirahat yang cukup mampu memperbaiki konsentrasi, memperkuat daya tahan tubuh, dan menjaga emosi tetap stabil. Me time pun menjadi sarana untuk mengenal diri lebih dalam, memberi jeda dari rutinitas, dan menenangkan pikiran dari tekanan yang terus-menerus.
Namun, jika tidak dilakukan dengan kesadaran, waktu istirahat ini bisa bergeser menjadi kebiasaan bermalas-malasan yang justru menurunkan kualitas hidup.Â
Ketika istirahat dilakukan tanpa batas waktu dan tujuan yang jelas, kita bisa terjebak dalam siklus penundaan yang membuat berbagai rencana dan tanggung jawab terbengkalai.Â