Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menunda Pekerjaan: Kebiasaan Sepele yang Bisa Bikin Stres Berat

23 April 2025   16:43 Diperbarui: 23 April 2025   16:38 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menunda pekerjaan (sumber gambar: klikdokter.com)

"Ah, masih lama waktunya."

Kalimat ini sering terdengar ketika seseorang menerima tugas atau pekerjaan yang tidak harus segera diselesaikan. Kedengarannya memang wajar, bahkan masuk akal kenapa harus terburu-buru jika masih ada banyak waktu? 

Namun, di balik alasan itu, tersembunyi kebiasaan yang perlahan-lahan menjadi jebakan: menunda pekerjaan. Awalnya terasa tidak berdampak. Kita memilih rebahan, menonton film, atau scrolling media sosial, sementara tugas dibiarkan menunggu. 

Tapi saat waktu terus berjalan dan deadline mulai menghantui, kepanikan pun muncul. Pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan dengan tenang kini harus diselesaikan dalam waktu sempit. 

Akibatnya, bukan hanya kualitas pekerjaan yang menurun, tapi juga tingkat stres meningkat drastis. Menunda mungkin memberi kenyamanan sementara, tapi rasa bersalah dan tekanan di akhir justru jauh lebih berat. 

Kebiasaan ini bisa memengaruhi produktivitas, kesehatan mental, dan bahkan kepercayaan diri. Sayangnya, banyak orang tidak menyadari bahayanya karena efeknya baru terasa saat sudah terlalu dekat dengan batas waktu.

Lalu, mengapa kebiasaan ini sulit dihindari, dan bagaimana cara mengatasinya? 

Kebiasaan ini memang tampak sepele. Di awal, menunda terasa menyenangkan kita merasa punya banyak waktu dan memilih melakukan hal-hal yang lebih santai. 

Menonton satu episode drama, scroll media sosial, atau sekadar rebahan sebentar sering dijadikan "hadiah" sebelum mulai bekerja. 

Namun, tanpa disadari, waktu terus berjalan. Satu jam berubah jadi dua, lalu setengah hari pun terlewat tanpa progres berarti. Ironisnya, semakin kita menunda, semakin besar rasa cemas yang muncul. 

Tugas yang belum selesai terus menghantui pikiran, bahkan ketika kita sedang bersantai. Kita jadi tidak benar-benar menikmati waktu luang karena dibayangi rasa bersalah. 

Saat akhirnya mulai mengerjakan, waktunya sudah mepet hasil pun terpaksa dikebut, tidak maksimal, dan menimbulkan stres baru.

Menurut beberapa studi, prokrastinasi bisa berdampak pada kesehatan mental. Orang yang sering menunda pekerjaan cenderung mengalami kecemasan, terutama saat tenggat waktu mulai mendekat. 

Mereka merasa tertekan karena harus menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat, dan tekanan ini dapat menumpuk menjadi stres kronis. Tak hanya itu, prokrastinasi juga sering dikaitkan dengan perasaan bersalah dan rendahnya rasa percaya diri. 

Ketika seseorang sadar bahwa ia menunda-nunda dan tidak produktif, ia bisa mulai menyalahkan diri sendiri. Hal ini menciptakan siklus negatif: makin merasa bersalah, makin sulit untuk mulai, dan makin besar kecemasannya.

Padahal, solusi dari masalah ini sederhana: mulai lebih awal dan buat jadwal yang realistis. Kedengarannya memang klise, tapi inilah kunci utama untuk memutus siklus menunda. 

Dengan memulai lebih awal, kita memberi diri sendiri ruang untuk berpikir lebih jernih, menyelesaikan tugas dengan tenang, dan bahkan punya waktu untuk memperbaiki jika ada kesalahan.

Membuat jadwal yang realistis berarti membagi pekerjaan menjadi bagian-bagian kecil yang bisa dikerjakan sedikit demi sedikit setiap harinya. 

Ini membuat tugas terasa lebih ringan dan tidak menumpuk di akhir waktu. Kita juga bisa lebih fleksibel menghadapi gangguan tak terduga tanpa merasa panik.

Menunda mungkin memberi rasa nyaman sesaat, tapi efek jangka panjangnya bisa sangat mengganggu. Kita mungkin merasa lega karena bisa bersantai sementara, tapi pada akhirnya justru menumpuk beban yang lebih besar di kemudian hari. 

Waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk memperbaiki, belajar lebih dalam, atau bahkan istirahat dengan tenang malah habis untuk mengejar tenggat dengan panik.

Mengubah kebiasaan menunda memang tidak mudah, tapi bukan hal yang mustahil. Butuh kesadaran, latihan, dan komitmen untuk mulai lebih awal, mengatur waktu dengan bijak, serta mengatasi rasa malas atau takut gagal yang sering jadi pemicu prokrastinasi. 

Dengan langkah-langkah kecil yang konsisten, kita bisa keluar dari lingkaran menunda dan menjadi pribadi yang lebih produktif dan tenang.

Ingatlah, tugas yang diselesaikan lebih awal bukan hanya tentang hasil yang lebih baik, tapi juga tentang menjaga ketenangan pikiran dan kesehatan mental. 

Jadi, saat keinginan menunda datang lagi, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah kenyamanan sesaat ini sebanding dengan stres yang akan datang?" Mulailah sekarang. Karena nanti itu seringkali tak pernah benar-benar datang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun