Tugas yang belum selesai terus menghantui pikiran, bahkan ketika kita sedang bersantai. Kita jadi tidak benar-benar menikmati waktu luang karena dibayangi rasa bersalah.Â
Saat akhirnya mulai mengerjakan, waktunya sudah mepet hasil pun terpaksa dikebut, tidak maksimal, dan menimbulkan stres baru.
Menurut beberapa studi, prokrastinasi bisa berdampak pada kesehatan mental. Orang yang sering menunda pekerjaan cenderung mengalami kecemasan, terutama saat tenggat waktu mulai mendekat.Â
Mereka merasa tertekan karena harus menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat, dan tekanan ini dapat menumpuk menjadi stres kronis. Tak hanya itu, prokrastinasi juga sering dikaitkan dengan perasaan bersalah dan rendahnya rasa percaya diri.Â
Ketika seseorang sadar bahwa ia menunda-nunda dan tidak produktif, ia bisa mulai menyalahkan diri sendiri. Hal ini menciptakan siklus negatif: makin merasa bersalah, makin sulit untuk mulai, dan makin besar kecemasannya.
Padahal, solusi dari masalah ini sederhana: mulai lebih awal dan buat jadwal yang realistis. Kedengarannya memang klise, tapi inilah kunci utama untuk memutus siklus menunda.Â
Dengan memulai lebih awal, kita memberi diri sendiri ruang untuk berpikir lebih jernih, menyelesaikan tugas dengan tenang, dan bahkan punya waktu untuk memperbaiki jika ada kesalahan.
Membuat jadwal yang realistis berarti membagi pekerjaan menjadi bagian-bagian kecil yang bisa dikerjakan sedikit demi sedikit setiap harinya.Â
Ini membuat tugas terasa lebih ringan dan tidak menumpuk di akhir waktu. Kita juga bisa lebih fleksibel menghadapi gangguan tak terduga tanpa merasa panik.
Menunda mungkin memberi rasa nyaman sesaat, tapi efek jangka panjangnya bisa sangat mengganggu. Kita mungkin merasa lega karena bisa bersantai sementara, tapi pada akhirnya justru menumpuk beban yang lebih besar di kemudian hari.Â
Waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk memperbaiki, belajar lebih dalam, atau bahkan istirahat dengan tenang malah habis untuk mengejar tenggat dengan panik.